Penulis
Intisari-Online.com – Sebuah daun layu jatuh dari pohon dan berbaring dekat segumpal tanah liat. Daun dan gumpalan tanah liat itu menjadi teman baik. Daun mengatakan kepada gumpalan tanah liat itu bahwa ia takut dibawa oleh badai ke dalam sungai yang mengalir di dekatnya. Ada tanda-tanda akan terjadi badai parah.
Gumpalan tanah liat bergerak sedikit demi sedikit dan duduk di atas daun, yang menyelamatkannya dari badai. Cuaca pun kembali tenang dan mereka tetap dekat. Suatu hari, mereka mendengar suara hujan. Gumpalan tanah liat takut basah dan hanyut di dalam air. Daun menyelamatkan gumpalan tanah liat dengan menutupinya seperti payung. Hujan berhenti dan mereka senang. Kemudian, pada suatu malam, badai parah dan hujan lebat datang bersamaan. Daun kering terbawa angin jauh dan jancur. Gumpalan tanah liat itu hanyut terbawa air hujan. Persahabaan mereka terus sampai pada akhir mereka. Itulah ‘cinta sejati’.
Seorang wanita bertanya kepada suaminya, “Apakah engkau mengasihi aku, sayang?”
“Ya, tentu saja,” jawab suaminya.
Wanita itu melanjutkan, “Apakah engkau bersedia mati untuk aku?”
Suaminya menjawab, “Tidak, sayang. Aku adalah kasih yang tidak binasa.”
Pria itu tidak tahu kata ‘tidak binasa’ berarti kekal dan abadi.
Cinta terbesar seseorang yang dimiliki oleh teman-temannya adalah mereka yang memberikan nyawanya bagi teman-temannya.
Cinta sejati seperti dua sungai yang bertemu dan bergabung, lalu kemudian mengalir sebagai sebuah sungai tunggal.
Kita mungkin memberi tanpa mencintai. Tetapi kita tidak bisa mencintai tanpa memberi. Cinta menyembuhkan dua orang, yang memberi dan orang yang menerima. Benar bahwa cinta membutuhkan pengorbanan.