Penulis
Intisari-Online.com – Dari awal, keluarga gadis itu keberatan pada teman kencannya. Mereka mengatakan bahwa itu ada hubungannya dengan latar belakang keluarga dan gadis itu akan menderita selama hidupnya jika ia tetap menikah bersama pilihannya.
Karena tekanan keluarga, pertengkaran sering terjadi pada pasangan itu. Meskipun gadis itu mencintai pria itu, tapi ia selalu bertanya, “Seberapa dalam cintamu untukku?”
Pria ini tidak suka dengan kata-kata pasangannya, sering kali menyebabkan gadis itu sangat marah. Dengan itu dan tekanan keluarga, gadis itu sering mengungkapkan kemarahan pada dirinya. Sementara sang pria, ia hanya bertahan dalam keheningan.
Setelah beberapa tahun, pria itu akhirnya lulus dan memutuskan untuk melanjutkan studinya ke luar negeri. Sebelum berangkat, ia mengusulkan kepada gadis itu, “Saya tidak bisa berkata-kata, tapi yang saya tahu bahwa saya mencintaimu. Jika engkau mengizinkan, saya akan mengurusmu selama sisa hidup saya. Dan kepada keluargamu, saya akan mencoba yang terbaik untuk berbicara kepada mereka. Maukah kau menikah denganku?”
Gadis itu setuju, dan dengan tekad pria itu, keluarga akhirnya menyerah dan setuju untuk membiarkan mereka menikah. Jadi, sebelum pria itu pergi, mereka bertunangan.
Gadis itu pergi bekerja, sedangkan tunangannya melanjutkan studinya ke luar negeri. Mereka mengirimkan pesan cinta melalui email dan panggilan telepon. Meskipun sulit, tapi keduanya tidak pernah berpikir menyerah.
Suatu hari, ketika gadis itu sedang dalam perjalanan untuk bekerja, ia tertabrak mobil yang kehilangan kendali. Ketika ia terbangun, ia melihat orang tuanya di samping tempat tidurnya. Dia menyadari bahwa dia terluka parah. Melihat ibunya menangis, dia ingin menghiburnya. Tapi dia menyadari bahwa semua yang bisa keluar dari mulutnya hanya mendesah. Dia telah kehilangan suaranya.
Dokter mengatakan bahwa dampak pada otaknya telah menyebabkan dia kehilangan suaranya. Mendengarkan ketidakkenyamanan orangtuanya, tetapi tanpa suara yang keluar dari mulutnya, ia hanya menangis.
Selama tinggal di rumah sakit, tidak bisa melakukan apapun selain diam menangis. Setelah mencapai rumah, segala sesuatu tampaknya sama. Kecuali untuk nada dering telepon. Yang menembus ke dalam hatinya setiap kali berdering. Dia tidak ingin membiarkan orang tahu. Dan tidak ingin menjadi beban baginya, dia menulis surat kepada tunangannya bahwa dia tidak ingin menunggu lebih lama lagi. Kemudian, gadis itu mengirimkan cincin itu kembali kepadanya. Sebagai balasannya, tunangannya mengirim jutaan dan jutaan balasan, dan tak terhitung panggilan telepon, namun gadis itu bisa hanya bisa menangis, dan menangis.
Orang tua gadis itu akhirnya memutuskan untuk pindah, berharap bahwa gadis itu akhirnya bisa melupakan segalanya dan menjadi bahagia. Dengan lingkungan baru, gadis belajar bahasa isyarat dan memulai hidup baru. Mengatakan pada dirinya sendiri untuk melupakan pria itu. Suatu hari, temannya datang dan mengatakan bahwa pria itu kembali. Gadis itu meminta temannya untuk tidak membiarkan pria itu tahu apa yang terjadi padanya. Sejak itu, tidak ada lagi berita tentang pria itu. Setahun telah berlalu dan temannya datang dengan sebuah amplop yang berisi kartu undangan untuk pernikahan pria tu. Gadis itu merasa hancur hatinya. Ketika dia membuka surat itu, dia melihat namanya yang tertulis di dalamnya.
Ketika dia hendak bertanya pada temannya apa yang terjadi, ia melihat pria berdiri di depannya. Dengan menggunakan bahasa isyarat pria itu mengatakan padanya, "Aku telah menghabiskan waktu satu tahun untuk belajar bahasa isyarat. Hanya untuk membiarkan engkau tahu bahwa saya tidak lupa janji pada janji kita. Biarkan aku memiliki kesempatan untuk menjadi suaramu. Aku mencintaimu. Dengan itu, ia menyelipkan cincin itu kembali ke jari gadis itu. Gadis itu akhirnya tersenyum.