Find Us On Social Media :

Di AS, Uber Tak Lagi Terapkan 'Surge Pricing' saat Bencana

By Bramantyo Indirawan, Selasa, 20 September 2016 | 15:00 WIB

Di AS, Uber Tak Lagi Terapkan 'Surge Pricing' saat Bencana

Intisari-Online.com – Surge pricing biasanya secara otomatis akan muncul di aplikasi Uber saat banyak pelanggan yang menggunakan jasa mereka. Sistem yang dianggap wajar, sebelum pada suatu waktu sistem ini juga otomatis berjalan saat bencana terjadi, dimana permintaan akan jasa Uber meningkat pesat.Sewaktu badai salju melanda New York di tahun 2011, Uber menaikkan harga hingga 7 kali lipat. Tanpa disadari para penumpang harus membayar lebih dari AS$100 (sekitar 1,3 juta rupiah) yang biasanya hanya AS$20 (sekitar 260.000 rupiah) untuk pulang ke rumah.

Pada tahun 2012 kembali terjadi saat Badai Sandy menghantam kota yang sama. Karena kereta bawah tanah tidak berfungsi, warga mencoba beralih ke Uber. Akan tetapi dengan harga meningkat dimulai dari 2x lipat warga menjadi geram dan memprotes kebijakan ini.

Uber selalu merespon bahwa agar pengemudi semakin banyak dan memberikan jasa transportasi, peningkatan harga harus dilakukan. Tentunya alasan itu tidak diterima hingga pada bulan Juli 2014 jaksa agung kota New York membuat kesepakatan dengan Uber agar peningkatan harga tidak terjadi saat ada keadaan darurat atau bencana alam.Kebijakan itu menyebar ke seluruh kota di AS.

Bulan September 2016 ini, New York dilanda situasi darurat akibat bom yang meledak di daerah Chelsea. Sesuai dengan kebijakan, Uber tidak perlu memberhentikan kenaikan harga karena fokus diberikan hanya pada bencana alam dan beberapa situasi darurat lainnya. Akan tetapi mereka tetap menghilangkan kenaikan itu agar pelanggan dapat berpergian dengan harga normal.

Kini Uber telah menjadi perusahaan besar dengan untung AS$1,5 bilyun (sekitar 197 triliun). Perubahan citra perusahaan transportasi ini telah berubah-berubah, dari taksi gelap untuk kaum menengah keatas yang sejahtera, supir pribadi semua orang, hingga kini mementingkan publik dengan mengikut kebijakan sepertu ini.

Citra akan semakin bagus dengan tindakan yang telah dilaksanakan oleh Uber, mengubah kesalahan yang telah mengorbankan pemasaran di kasus-kasus terdahulu. Apa jadinya bila hal seperti ini terjadi di Indonesia?

(Qz.com/Nytimes.com/Businessinsider.com)