Penulis
Intisari-Online.com- Saat belajar pelajaran sejarah, kita pasti pernah mendengar G30S/PKI. Sebuah peristiwa pembunuhan terhadap perwira tinggi TNI Angakatan Darat (AD) Indonesia tepat pada 30 September sampai 1 Oktober 1965. Seluruh korban yang terdiri dari tujuh orang tersebut ditemukan dalam sebuah sumur yang diberi nama Sumur Lubang Buaya.
Sumur Lubang Buaya berada di kelurahan Lubang Buaya, kecamatan Cipayung, Jakarta Timur. Posisinya berbatasan langsung dengan kelurahan Halim Perdana Kusuma di sebelah utara.
Dulunya, sumur ini adalah milik Bambang Haryono, salah satu warga. Dengan kedalaman sumur mencapai 12 meter dengan lebar 75 sentimeter, mereka menjadikan sumur tersebut sebagai sumber air warga kampung Lubang Buaya. Tapi sejak adanya Partai Komunis Indonesia (PKI), area dekat Sumur Lubang Buaya merupakan pusat pelatihan milik PKI.
Tanggal 4 Oktober 1965, pihak militer mengetahui bahwa ketujuh perwira militer Angkatan Darat (AD) Indonesia yang diculik lalu dibunuh oleh PKI dibuang di sana. Dengan izin, Soeharto, yang saat itu berpangkat Panglima Kostrand, mereka melakukan mengangkatan ketujuh korban dari dalam sumur.
Enam anggota militer dan dua dokter ikut dalam proses pengangkatan tujuh mayat korban. Mayat Kapten Pierre Tendean adalah yang pertama kali dikeluarkan. Lalu disusul oleh keenam lainnya yaitu Jenderal Ahmad Yani, Letnan Jenderal Raden Suprapto, Letnan Jenderal Mas Tirtodarmo Haryono, Letnan Jenderal Siswondo Parman, Mayor Jenderal Donald Isaac Pandjaitan, dan Mayor Jenderal Sutoyo Siswomiharjo.
Proses pengangkatan mayat ketujuh perwira TNI AD itu kurang lebih memakan waktu dua jam. Setelah semuanya diangkat, semua korban dibawa ke RSPAD Gatot Subroto untuk dilakukan otopsi. Dalam tubuh mereka ditemukan penganiayaan berat sebelum ditembak.
Kini, untuk menghormati ketujuh korban, pemerintah mendirikan Lapangan Peringatan Lubang Buaya yang berisi Monumen Pancasila Sakti, sebuah museum diorama, dan sumur tempat para korban dibuang. Lalu menyebut ketujuh korban perwira tinggi TNI AD itu dengan sebutan Pahlawan Revolusi.