Penulis
Intisari-Online.com -Mata adalah jendela hati, sekaligus indera untuk menikmati indahnya dunia. Namun, bagi dr. Asdi Yudiono, semua kegunaan itu masih kurang.
Bagi dia, mata bisa digunakan untuk mendukung profesinya sebagai dokter, yaitu untuk "meramal" beragam penyakit yang berpotensi menyerang tubuh. Bagaimana bentuk "ramalannya"?
Melihat cara kerja dr. Asdi Yudiono, Anda barangkali akan menyangka, dokter muda ini dokter spesialis mata. Soalnya, ia lebih banyak meneliti penyakit pasiennya lewat indera penglihatan.
Namun, sumpah mati, dr. Asdi bukan dokter mata. Ia seorang dokter umum. Bedanya dengan dokter umum lain ialah penguasaannya yang baik terhadap iridiologi.
Berkat ilmu yang didalaminya selama bertahun-tahun itu, ia dapat mendeteksi secara dini beragam penyakit yang akan menimpa seorang pasien, cukup lewat gambaran iris mata.
Meski begitu, menurut dia, sebenarnya iridiologi tidak pernah dibahas dalam ilmu kedokteran.
Ia hanyalah salah satu bentuk ilmu kedokteran alternatif yang bersifat preventif atau pencegahan, yang menggunakan pola, warna, dan keadaan fisik dari iris mata, untuk memberikan informasi tentang beragam penyakit yang mungkin ada di dalam diri si pemilik iris mata.
Dari hasil pengamatan itu, diharapkan penyakit dapat ditangkal sejak masih berstatus "gejala", sehingga tidak merepotkan penderita di kemudian hari, atau mencapai tahap parah. Satu lagi informasi yang perlu diingat, ilmu "ramal-meramal" lewat media iris mata ini lepas dari ilmu kedokteran mata.
Karena itu, jangan sebut pula dr. Asdi sebagai dokter mata.
Omong-omong, bagaimanasihciri iris mata orang sehat? Kalau orang sehat walafiat, kedua iris matanya berwarna merah daging segar dan bersih, tidak ada bercak apa pun, jelasnya.
Meskipun tahu macam-macam penyebab penyakit pasiennya, Asdi tidak berpikir untuk menangani semua penyakit.
Kalau bukan bidangnya, tidak saya kerjakan langsung. Saya sarankan untuk mengunjungi ahlinya. Misalnya, ke dokter spesialis kandungan kalau masalahnya soal kandungan dan reproduksi, jelas ayah dari empat orang putra ini.
Dr. Asdi juga menganjurkan pasiennya agar tetap melakukan pemeriksaan kedokteran standar yang berlaku saat ini, seperti CT scan, USG, rontgen, pemeriksaan laboratorium klinik, ECG, dan sebagainya.
Pemeriksaan-pemeriksaan itu penting untuk memantau kelainan organ secara lebih spesifik pada organ-organ khusus yang sedang mengalami gangguan. Iridiologi belum bisa secara spesifik dan detail memeriksa organ tertentu.
Boleh dibilang, inilah yang membedakan aksi ramal-meramal dr. Asdi dengan peramal ala bola kristal, karena ia tetap berpijak pada dasar-dasar ilmu kedokteran.
Sejarah singkat iridiologi
Ilmu ini pertama kali dikembangkan secara ilmiah oleh dr. Ignatz von Peczely (1826 - 1911), seorang dokter asal Hongaria.
Secara tak sengaja, Peczely menemukan ilmu ini dari burung peliharaannya yang mengalami patah kaki. Ia melihat, di bagian bawah iris mata si burung terdapat seberkas garis hitam.
Burung itu ia rawat dan akhirnya sembuh. Ketika sembuh, bercak hitam pada mata burung ternyata ikut menghilang.
(Baca juga:Tahi Lalat Pembawa Berkat
Pada tahun 1950-an, iridiologi berkembang di Amerika, Eropa, dan Cina. Perkembangannya semakin pesat setelah Bernard Jensen membuat bagan iridiologi yang masih digunakan sampai sekarang.
Berdasarkan bagan itu, Jensen membagi iris mata atas beberapa bagian. Bagian atas mewakili otak, bagian bawah mewakili kaki dan organ reproduksi.
Sedangkan iris kanan mewakili organ tubuh bagian kanan, iris kiri tentu saja mewakili organ tubuh bagian kiri. Lambung dan pencernaan direpresentasikan oleh daerah yang mengelilingi pupil mata pada iris.