Penulis
Diare aspesifik merupakan penyakit yang sangat sering terjadi di Indonesia, terutama bila dibandingkan dengan negara maju. Penyebabnya antara lain sambal atau makan lain yang merangsang, virus, toksin kuman staphylococcus dalam makanan basi, intoleransi terhadap susu, dan sebagainya. Artikel ini tidak mempersoalkan diare spesifik yang disebabkan oleh amuba, kuman disentri, atau radang usus yang memerlukan pengobatan khusus.
Boleh dikatakan, hampir semua orang di Indonesia pernah mengalami diare aspesifik yang biasanya berhenti sendiri tanpa pengobatan. Namun, diare jenis ini juga dapat menjadi kronis, malah kadang-kadang menimbulkan komplikasi berat bila tidak ditangani dengan benar.
Diare yang terjadi hanya beberapa kali sehari dan berhenti dalam 1 - 2 hari tidak memerlukan penanganan khusus. Tetapi, bila defekasi (buang air besar) terjadi 8 - 15 kali sehari, disertai perut mules, feses cair dan banyak, maka kita perlu waspada. Bahaya terbesar adalah kehilangan cairan tubuh dan garam, terutama natrium dan kalium, apalagi bila ini terjadi sampai berhari-hari. Pada orang tua dan bayi, kehilangan cairan tubuh mudah berakhir dengan dehidrasi, bahkan tidak jarang berakhir dengan kematian. Namun, peristiwa seekstrem itu sebenarnya mudah dicegah. Bukankah diare sebenarnya mudah diobati?
Menurut WHO, pengobatan dengan oralit merupakan penemuan terbesar zaman ini. Sayangnya, banyak dokter dan pasien tidka menyadari untuk memakai obat sederhana ini sejak awal. Rupanya, oralit dianggap tidak langsung dapat menghentikan diare, bahkan malah dapat menginduksi muntah. Semua ini terjadi karena baik WHO, UNICEF , maupun Departemen Kesehatan belum cukup mempublikasikan cara pemakaian oralit dengan benar.
Umumnya, oralit diminum dengan cara mencampurkan satu sachet oralit ke dalam segelas (200 cc) air, lalu diteguk sekaligus. Yang sering terjadi, penderita kemudian muntah dan terasa mau buang air besar. Mengapa bisa demikian? Karena cara minum oralit seperti itu keliru.
Seharusnya, cara yang benar adalah larutan oralit diteguk sedikit demi sedikit, 2 - 3x lalu berhenti 3 menit. Hal ini memberi kesempatan oralit diserap oleh usus untuk menggantikan garam dan cairan yang hilang dalam feses. Demikianlah prosedur ini diulang terus sampai satu gelas habis. Bila diare hebat masih berlanjut, minum oralit harus diteruskan sampai beberapa bungkus atau gelas (3 - 8) sehari. Dengan cara minum yang benar, oralit biasanya akan menghentikan diare dengan cepat dan efisien.
Pengobatan lain biasanya tidak diperlukan. Menghentikan diare secara artifisial dengan obat yang mengandung loperamid tidak dianjurkan karena obat ini bekerja seperti morfin atau kodein, yaitu menghentikan gerak peristalsis usus, dan membiarkan isi usus yang kotor mengamuk di dalamnya. Ini dapat menimbulkan mules yang luar biasa. Pada bayi atau orang tua hal ini bisa amat berbahaya. Itulah sebabnya juga, obat ini bukan termasuk obat bebas. Pemakaiannya harus dengan pengawasan dokter (kenyataannya, konsumen sering dapat membelinya scara bebas). Lebih lanjut perlu diingat, pada dasarnya diare merupakan mekanisme tubuh yang alamiah untuk mengeluarkan isi usus yang "busuk". Bila usus sudah bersih, diare akan berhenti sendiri.
Menambahkan obat yang megnandung garam bismuth (misalnya bismuth salisilat atau karbonat), attapulgit, atau kaolin juga boleh, asalkan tidak berlebihan. Garam bismuth juga berguna untuk menghilangkan kembung yang sering menyertai diare. Antibiotik untuk diare umumnya tidak perlu karena mubazir dan dapat sering memperpanjang masa diare.
Selain pemakaian obat, diet perlu juga diatur. Hentikan sementaraminum susu dan santan, makan sayur atau buah terlalu banyak, dan terutama sambal tidak boleh sama sekali!
Dengan penanganan diare seperti di atas, percayakah Anda bahwa lebih dari separuh kasus diare aspesifik di Indonesia akan dapat ditangani sendiri oleh masyarakat dengan cara murah dan efektif?