Banyak orang mengira bahwa pemeriksaan laboratorium dapat menentukan penyakit yang diderita. Misalnya, bila terjadi demam. Asumsi ini tidak benar. Ilmu kedokteran mendiagnosis penyakit terutama dengan cara klinis, sedangkan pemeriksaan laboratorium hanya pelengkap.
Hasil pemeriksaan laboratorium senantiasa disertai nilai normal, sehingga bila hasil pemeriksaan berada di luar nilai normal, kita beranggapan kita ini "abnormal " alias sakit.
Namun, sebelum menarik kesimpulan di atas, perlu dipahami beberapa hal:
- Nilai laboratorium "normal" ditentukan oleh himpunan sejumlah besar data nilai laboratorium dari orang-orang yang dianggap dalam kondisi "normal" sehingga diperoleh batasan yang dianggap "normal" secara statistik. Pada kenyataannya, manusia sangat bervariasi sehingga perolehan nilai laboratorium itu perlu disikapi secara ilmiah. Misalnya nilai laju endap darah. Pada wanita yang sedang haid, nilai ini dapat berpengaruh dan biasanya ini tidak disebut dalam laporan hasil pemeriksaan itu. Di lain pihak, nilai laju endap darah yang tinggi, misalnya 100 mm/jam, dapat diartikan adanya infeksi atau tumor, meski tentunya hal ini harus didukung adanya keadaan klinis. Sebaliknya, kekecualian pun bisa terjadi, artinya walaupun nilainya setinggi itu tapi "tidak ada penyakit".
- Ada nilai laboratorium yang mempunyai batasan normal sempit sehingga perolehan nilai di luar batasan ini dianggap PASTI abnormal (sakit). Misalnya, nilai hemoglobin (Hb) yang rendah dipastikan adanya anemia ("kurang darah"). Apalagi bila nilai Hb sangat rendah, menurut konsensus diperlukan transfusi darah. Contoh lain, nilai fungsi ginjal: kreatinin, mempunyai batasan normal yang sempit. Nilai di atas batasan ini menunjukkan berkurangnya fungsi ginjal secara pasti. Bertambahnya nilai kreatinin berkaitan dengan derajat kerusakan ginjal yang pada batas tertentu memerlukan tindakan cuci darah.
- Sebagian nilai laboratorium lain mempunyai batasan normal yang lebih longgar sehingga kadang-kadang tidak begitu berarti bila batasan "normal" dilampaui. Memperoleh nilai reaksi Widal positif (menandakan adanya antibodi terhadap kuman tifus dalam tubuh kita) merupakan suatu nilai laboratorium yang sering dirisaukan oleh penderita bila menderita demam. Suatu reaksi Widal yang positif, belum tentu menderita tifus. Bahwa Widal positif tanpa adanya demam khas selama sekitar seminggu bukanlah tifus. Reaksi Widal positif itu hanya disebabkan oleh tercemarnya sumber air minum di kota-kota besar Indonesia oleh kuman Salmonella typhi.
- Nilai tinggi kolesterol dan asam urat dewasa ini juga merupakan momok untuk mereka yang suka makan enak dan banyak. Sampai segala gejala yang dirasakan seperti pegal, linu, sakit kepala, sakit sendi, dianggap sebagai akibatnya. Sebagian besar hal ini tidak benar. Kenaikan sedikit di atas "normal" sebenarnya tidak perlu dirisaukan, apalagi kalau sampai diharuskan minum obat. Biasanya, dengan melakukan diet yang benar nilai-nilai ini akan turun ke normal. Sebaliknya, minum obat disertai mengonsumsi banyak makanan berlemak tentu merupakan tindakan yang tidak bijaksana.
- Pemeriksaan laboratoriumm juga sering dilakukan berlebihan. Semua fungsi fisiologis diperiksakan tanpa adanya arahan petunjuk klinis yang memadai. Pemeriksaan semacam ini tidak akan menghasilkan sesuatu yang diharapkan, lagi pula menghamburkan biaya. Sebaiknya, pemeriksaan laboratorium direncanakan dengan baik oleh dokter dan perlu dibatasi jenisnya untuk menghemat biaya. Hasil laboratorium yang sering diperlihatkan kepada dokter setelah Anda sendiri memintanya di laboratorium, biasanya mengandung banyak kekurangan karena tidak dipilih menurut kebutuhan yang riil. Interpretasi hasilnya juga tidak dapat dilakukan begitu saja tanpa pemeriksaan lebih lanjut.
(Sumber:
Intisari)