Mata Merah Korban Salah Kaprah

K. Tatik Wardayati

Penulis

Mata Merah Korban Salah Kaprah

Sudah jatuh, tertimpa tangga. Sudah terserang "mata merah", dijauhi teman pula. Begitulah kira-kira gambaran peruntungan Yopie belakangan ini. Meski sudah memakai kacamata hitam ala tukang pijat, tetap saja tak ada rekan kerjanya yang mau mendekat. "Mereka takut memandang mata saya," ujarnya. Sia-sia saja Yopie menjelaskan bahwa mata merah tak mungkin menular hanya lewat pandangan.

Dari dokter yang didatanginya, Yopie tahu, mata merah yang disebabkan oleh virus memang sangat menular. Namun, proses penularannya bukan lewat saling pandang. Berpindahnya virus terjadi lewat media yang sebelumnya bersentuhan dengan mata. Misalnya kacamata, saputangan, handuk, atau lensa kontak. Paling gampang, tentu lewat jari-jari tangan yang sudah tercemar virus dari mata. Itu sebabnya, orang yang sehari-hari kerap berurusan dengan "barang publik" (uang misalnya), berisiko tinggi kena tular.

Mengapa virus mata merah gampang mewabah? Karena dari media penular tadi, dia bisa bertebaran di pelbagai tempat, bahkan hinggap di tempat keramaian, mulai terminal, sekolah, kampus, hingga pasar swalayan. Dengan kata lain, yang harus diperhatikan dari penyakit yang kerap juga disebut belekan ini adalah media penularannya yang sangat beragam. Jadi, tak perlu takut melakukan kontak mata dengan penderita.

Mata merah sendiri sebenarnya istilah awam untuk konjungtivitis, radang selaput tipis pada putih mata dan di dalam kelopak mata. Bila terkena infeksi, pembuluh darah halus di konjungtiva akan membesar, sehingga mata berubah merah. Ketika virus menyerang korban yang lemah kondisi fisiknya, infeksi menjadi lebih berbahaya, karena bisa ditunggangi kuman. Mata merah pun jadi bengkak, disertai nyeri pada bola mata. Bersamaan dengan itu, produksi sampah mata alias belek terus bertambah.

Selain iritasi dan infeksi, pembesaran pembuluh halus bisa pula terjadi akibat masuknya benda asing seperti debu, kotoran, polusi udara, asap rokok, pemakaian lensa kontak yang kurang tepat, zat kimia, glaukoma (meningkatnya tekanan di dalam bola mata), alergi mata, hingga peradangan pada tirai mata. Kalau mata merah akibat infeksi lazim diiringi demam (tidak enak badan) dan bertambanya belek, mata merah non-infeksi tak diiringi gejala-gejala tadi. Namun, mata akan terlihat sama merahnya.

Kalau murni diakibatkan virus, mata merah cukup diatasi dengan beristirahat di rumah. Biasanya, setelah tiga hari akan sembuh dengan sendirinya, karena air mata secara alami sudah mengandung antiseptik. Namun, kalau dalam tiga hari mata makin sakit, merah, serta pedih, segera pergi ke dokter, agar keluhan yang dialami dapat terdeteksi sedini mungkin.

Di samping berjaga-jaga terhadap penularan, perawatan mata yang benar akan membuat kita terhindar dari serangan mata merah dan belek-beleknya. Para pengendara sepeda motor, contohnya, termasuk golongan yang harus rajin memakai alat pelindung mata. Terpaan angin, debu, dan sinar mentari bisa mengganggu kesehatan mata. Kacamata pelindung pun diperlukan para pekerja pabrik, peniup gelas, pengelas, sampai pengecor besi.

Untuk membersihkan mata, cukup pakai air bersih atau boorwater(air suci hama yang biasa dijual di apotek). Jangan terlalu percaya pada mitos tentang air sirih yang sering disebut-sebut dan kadung dikenal di kalangan masyarakat tertentu sebagai pembersih mata terbaik. Boorwater pun tidak dianjurkan untuk pemakaian rutin. Bila hanya kelilipan, entah kemasukan pasir, bulu mata, atau debu, tidak harus dicuci dengan boorwater. Menggunakan air bersih saja sudah cukup.

Bagaimana dengan mata merah yang kerap dialami orang yang baru saja selesai berenang? Oh, itu bukan lantaran kemasukan kuman, tapi karena kaporit yang ada di kolam renang. Namun, jangan khawatir, kaporit atau sabun mengandung antiseptik yang justru melindungi mata dari serangan virus. Selesai berenang, warna merah itu akan kembali putih dengan sendirinya.

(Sumber: Intisari)