Penulis
Dalam artikel “Bijak Dengan Antibiotik” dibahas tentang perlu tidaknya antibiotik (AB) digunakan bila kita sakit. Kali ini kita akan membahas bila memang benar AB diperlukan, bagaimana sikap kita terhadap obat yang begitu penting ini?
AB bekerja dengan membunuh sel kuman melalui berbagai mekanisme. Terhadap tubuh semestinya tidak menimbulkan reaksi apa pun. Efek yang terasa, seperti mual, diare, sakit kepala, kadang-kadang bisa juga demam, kulit berwarna kuning (karena efeknya terhadap hati), shock, dan sebagainya itu hanya merupakan efek sampingan.
Masing-masing AB memiliki sifat spesifik, dan tidak dapat membunuh semua jenis kuman penyakit. Walaupun terdapat jenis AB yang dapat membunuh banyak jenis kuman, AB yang akan dipakai untuk suatu infeksi tertentu harus dipilih yang spesifik dan sesuai untuk jenis penyakit yang diderita. Karena memerlukan pengetahuan khusus, sebaiknya keputusan mengenai hal ini diserahkan kepada dokter.
Tentu saja untuk dapat membunuh kuman dengan baik dan tepat, AB harus memenuhi beberapa syarat:
Sebuah contoh lain, kasus bisul. Sebagian masyarakat percaya, bahwa bisul akan sembuh sendiri karena nenek moyang kita biasanya cukup merawatnya dengan “telur kodok” atau “salep hitam”, kemudian memijat nanahnya keluar. Padahal, tindakan ini berbahaya karena kuman (Staphylococcus aureus) dalam bisul sangat ganas dan dapat menimbulkan komplikasi. Selain itu, memijat bisul justru membuat kuman tersebut pindah melalui pembuluh darah atau limfe ke bagian kulit yang lain atau ke organ yang penting. Itulah sebabnya sering terlihat bisul “beranak”.
Bisul juga tidak cukup diobat secara lokal dengan salep (kecuali bila masih kecil sekali). Dibutuhkan AB sistemik khusus. Namun, ampisilin pun tidak mengobati dengan tuntas karena tidak cocok. Bila enggan ke dokter, kompreslah bisul tersebut selama 10 menit dengan air panas, beberapa kali sehari. Kalau dalam satu hari tidak juga ada perbaikan, sebaiknya segera ke dokter.
Selain itu, sering jumlah AB dikurangi sendiri oleh pemakai karena merasa sudah “baik”. Hal ini menimbulkan bahaya resistensi kuman tersebut. Bila eradikasi kuman tidak tuntas, mungkin penyakitnya akan kambuh kembali. Hal ini sering terjadi pada penyakit tuberkulosis yang hanya dapat disembuhkan dengan pengobatan secara kontinu dan dalam jangka waktu lama, rata-rata 6 bulan atau lebih. Untuk penyembuhan penyakit lain seperti infeksi kulit, radang paru-paru, tifus, radang kandung kencing, dan sebagainya diperlukan waktu lebih pendek (5 – 10 hari). Biasanya AB masih harus diteruskan beberapa hari setelah gejala hilang.
AB umumnya harus ditelan setengah jam sebelum makan nasi. Ada beberapa jenis AB, seperti ampisilin, penyerapannya dihambat oleh makanan. Menelan AB dengan minum grapefruit juice juga dapat mengurangi penyerapan banyak obat yang dimetabolisme di hati atau diserap di usus melalui enzim tertentu. Belakangan diketahui bahwa jus jeruk dan jus apel juga mempunyai sifat yang sama. Oleh karena itu, menelan obat sebaiknya dengan air putih saja.
Bahkan, kadar obat tertentu dapat berkurang hingga 60% dalam darah bila diminum bersama jus tadi. Bila obat tersebut kebetulan mempunyai therapeutic window (batas kemanjuran) sempit, maka hal ini sangat merugikan. Sementara itu, bila kadar obat dalam tubuh seseorang yang setiap hari minum jus jeruk itu sudah stabil, maka di saat ia tidak minum jus jeruk, kadar obatnya dapat naik tinggi sehingga berlebihan.
(Sumber: Intisari)