Cerita 'Bermula dari A'

Rusman Nurjaman

Penulis

Cerita 'Bermula dari A'

Intisari-Online.com - Adakah yang lebih mengharukan tinimbang dua orang difabel yang berusaha saling mengasuh satu sama lain?

Pertanyaan itu menjadi fokus sebuah film pendek besutan BW. Purbanegara. Judulnya Bermula dari A (Starting from A). Sebuah kreasi anak negeri yang telah mengharumkan nama Indonesia dengan menggondol beberapa penghargaan, baik di arena domestik maupun internasional. Terakhir film ini menjadi pemenang di International Film Festival Asia Pacific Countries yang diadakan di Vladivostok, Rusia, medio September 2012 silam. Sebelumnya, Festival Film Solo 2011 juga telah memilih Bermula dari A sebagai salah satu kampiunnya.

Para pengamat film memandang film ini berhasil melibatkan penontonnya, baik secara emosional maupun intelektual. Betapa tidak, film ini berkisah bagaimana seorang perempuan tuna netra mengajari temannya mengeja huruf “A”. Sebaliknya, si lelaki, yang tuna wicara, berusaha menyempurnakan peran sosialnya sebagai pelindung bagi teman perempuannya itu. Meski tak mampu berkomunikasi secara verbal dengan sempurna, si lelaki memperbaiki kacamata temannya ke optik terdekat. Dengan kalimat yang terpapas di pangkal tenggorokan, anak muda ini bersikeras membantu sahabatnya. Singkatnya, film ini bercerita tentang: “the girl lends her lips to the boy who lends her a pair of eyes. Her lips become his voice as his eyes become her sight”.

Demikianlah, niat Purba Negara berkelindan dengan emosi penonton tampak jelas. Dua karakter difabel, lelaki tuna wicara dan gadis tuna netra, berhasil membetot empati penontonnya. Sedangkan secara intelektual, film berdurasi 16 menit ini berhasil mengubah paradigma penonton soal difabel, bahkan ketika pemutaran baru separuh jalan. Kedua karakter dalam film itu tiba-tiba menjelma menjadi manusia yang berusaha sekuat tenaga mewujudkan hal-hal yang mereka inginkan. Pada titik inilah film ini berhasil membongkar imaji penonton soal difabel, dan melupakannya.

“Pada dasarnya semua manusia adalah buta, bisu, dan tuli. Karena itu, kita membutuhkan cinta yang mengajarkan kita bagaimana benar-benar melihat, berbicara, dan mendengar,” tutur Purba Negara. “Tanpa menghiraukan semua kelemahan itu, setiap orang adalah normal. Tak seorang pun pantas didefinisikan sebagai cacat, kecuali (cacat) pikiran,” tambah lelaki jebolan Fakultas Filsafat UGM, Yogyakarta, ini. Tahun 2008, Purba Negara juga menggondol Piala Citra untuk kategori film pendek dalam Festival Film Indonesia (FFI) 2008 lewat filmnya Cheng Cheng Po.

Tak pelak lagi, karya-karya Purba Negara merupakan bukti kemampuan generasi muda perfilman Indonesia. Terlebih, untuk film alternatif yang berprestasi dalam kancah perfilman internasional. Meski dari segi mutu seringkali tak kalah dari film populer, apresiasi masyarakat terhadap film alternatif masih terbilang rendah. Karena itu, apresiasi masyarakat perlu terus ditumbuh-kembangkan. Salah satunya, misalnya, melalui pemutaran dan diskusi film yang lebih intens. Dengan cara itu, film-film alternatif bakal mendapat tempat yang layak di masyarakat.

Bagi Anda yang belum sempat menyaksikan film ini tidak perlu khawatir. Pertengahan November mendatang sedianya akan diadakan pemutaran dan bedah film Bermula dari A di Jakarta. Tunggu saja tanggal mainnya.