Mendadak Batik (3): Bukan Hanya Dagangan, Tapi Juga Seni

Mohamad Takdir

Penulis

Mendadak Batik (3): Bukan Hanya Dagangan, Tapi Juga Seni

Intisari-Online.com - Sebagai penggiat batik tradisi, Iwan Tirta justru tidak mau jika batik dijadikan komoditas perdagangan secara jorjoran. "Pemerintah melihat batik sebagai barang dagangan saja sih, bukannya seni," katanya mengomentari istilah "ekonomi kreatif"yang beberapa tahun ini jadi wacana untuk peningkatan ekspor batik."Tren batik itu cuma cari uang saja. Seni batiknya sendiri ditinggalkan." Negara lain yang mengaku batik sebagai tradisi mereka, menurut Iwan, unggul dalam promosi. Indonesia sendiri malah jarang berpameran di luar negeri.Kalaupun tampil di acara-acara promosi budaya atau pariwisata mancanegara, batik dibawakan orang yang tidak tepat, sepertimisalnya para miss kecantikan. Sementara Haldani lebih prihatin pada nasib batik di negeri sendiri yang tidak beruntung. Selama ini ada dua paradigma tentang pemakai batik: orang itu priyayi atau malah ndeso sekali. Kalangan kelas menengahyang populasi dan potensi ekonominya besar malah tidak ada yang peduli.Padahal, bukan tidak mungkin batik jadi pilihan pakaian keseharian kita, seperti halnya baju-baju tradisional yang jadi pakaian sehari-hari di Cina, India, atau Filipina. "Harus dicari ideologi dan karakter dari batik. Ideologi 'kan sifatnya bisa masuk ke jiwa," tutur pria asli Bogor ini.Para pengusaha tekstil dan perancang busana sebenarnya punya kekuatan untuk mendekatkan batik ke masyarakat. Sayangnya,menurut Haldani, para pemodal kuat itu terkesan cuma mau melayani kalangan atas saja. Begitu juga dengan sang perancangbusana batik yang identik sebagai perancang busana kalangan atas. Belum ada upaya membuat rancang busana yang baik tapi murah sehingga terjangkau masyarakat kelas bawah.Anggapan tadi ada benarnya jika menengok harga-harga baju batik di sejumlah butik atau gerai di Jakarta. Rerata masih terasa mahal untuk ukuran kantong masyarakat kebanyakan. Sebuah kemeja batik berkualitas sedang harganya bisa Rp 200 ribu. Lokasi tempat berjualan yang terletak di mal atau kawasan elite seolah ikut mempertegas kalangan yang disasar.Berasal dari tulisan: Ubah Tren Batik Menjadi Keseharian ditulis oleh T. Tjahjo Widyasmoro, Intisari Januari 2009