Find Us On Social Media :

Mengintip Status Bromo: Meski Berstatus Waspada Turis Masih Terus Berdatangan (bag.1)

By Moh Habib Asyhad, Jumat, 28 Februari 2014 | 09:00 WIB

Mengintip Status Bromo: Meski Berstatus Waspada Turis Masih Terus Berdatangan (bag.1)

Intisari-Online.com - Hampir satu setengah tahun sudah Gunung Bromo berstatus waspada. Meski demikian, gunung ikonik di Jawa Timur itu tetap menjadi gunung berapi yang paling banyak dikunjungi turis. Aktivitas vulkanologi, yang sewaktu-waktu bisa membahayakan justru menjadi daya tarik kuat, terutama aktivitas kawah yang terus bergolak.

Keindahan panorama alam sekitar makin melengkapi daya pikat gunung yang berada satu deretan dengan Gunung Semeru itu. Turis lokal dan mancanegara terus berdatangan. Lebih-lebih saat berlangsungnya perayaan Kasada,  yang digelar suku Tengger di sana.

Penyematan status waspada kepada Gunung Bromo dilakukan sejak 3 Oktober 2012. Status itu sama sekali tak menyurutkan animo turis, jika pun terjadi penurunan, itu sama sekali tidak terkait status waspada Gunung Bromo, seperti yang terjadi beberapa pekan terakhir ini. Penurunan pengunjung  disebabkan erupsi gunung Kelud, yang membuat kawasan sekitar Bromo ikut tertutup hujan debu.

Terhitung sejak Oktober 2012, status waspada Bromo itu sudah berlangsung hampir satu setengah tahun. Tidak ada tanda-tanda status akan meningkat. Namun juga tidak pernah turun. Moh Syafii,  Ketua Pos Pengamatan Gunung Api Bromo di Dusun Cemoro Lawang menjelaskan,  perut Bromo saat ini masih terus bergolak. Gempa tremor yang terjadi setiap hari menjadi tandanya.

Namun tremor sebesar 0,5  hingga 1 milimeter itu tidak bisa dirasakan di permukaan. Gempa dari perut bumi sedalam  20 kilometer ini hanya bisa tangkap dengan amplitudo.

Gas beracun yang tak berbau, berwarna, dan berasa

Meski para turis masih diizinkan memasuki zona kaldera Gunung Bromo, pengelola meminta mereka untuk tetap waspada dan mendengar setiap informasi yang disampaikan. Para turis juga diharapkan mengetahui jalur-jalur penyelamatan jika sewaktu-waktu status Bromo naik level.

Langkah antisipasi ini penting karena dalam keadaan normal saja, Bromo masih mengeluarkan asap fumarol. Asap gas ini berbau layaknya belerang dengan hembusan setinggi 60 meter hingga 80 meter di atas puncak. Gas ini adalah jenis yang banyak mengandung uap air.

Ketika terjadi erupsi, Bromo juga bisa mengeluarkan gas-gas lain yang lebih berbahaya dan beracun, seperti mofet dan solfatara. Mofet tidak berwarna, tak berasa, dan tidak berbau, tapi mengandung karbondioksidan dan karbon monoksida. Sementara solfatara mengandung belerang dan berbau menyengat. Dalam konsentrasi tinggi, sangat berbahaya bagi kesehatan. Selain gas, bahaya lain yang mengancam adalah lontaran batu pijat dan hujan abu.

“Namun selama ini lontaran batu pijar belum pernah menjangkau pemukiman warga. Material-material tersebut, hampir semuanya terlempar ke arah kaldera lautan pasir atau kembali ke dalam kawah”, jelas Moh Syafii.

Tingginya dinding kaldera menjadi benteng pengaman pemukiman warga. Dinding kaldera ini yang selama ini menghentikan laju lontaran batu pijar dan merontokkannya di kaldera. Permukiman warga yang berada di balik dinding kaldera menjadi aman. (Hasiholan Eko P. Gultom|tribunnews.com)