Penulis
Sebuah tes urine baru bisa membantu dokter mendeteksi kanker prostat dan evaluasi yang lebih baik dalam memilih pengobatan yang akan dilakukan.
"Kami sedang memanfaatkan beberapa bio-marker baru untuk mencoba memurnikan tes antigen spesifik prostat (PSA)," kata Tomlins.
Tes PSA dapat mengindikasikan kanker prostat, tapi tidak dapat dipercayai, sering memberikan hasil yang salah. "Anda bisa saja memiliki angka PSA rendah tapi terkena kanker, atau angka PSA tinggi dan ternyata tidak terkena kanker. Nah, dua penanda genetik tadi kemungkinan lebih bisa dipercaya. Satu dari mereka, TMPRSS2:ERG, hanya muncul di kanker," kata Tomlins.
Bersama dengan PCA3 tadi, dokter bisa menentukan tingkat risiko seseorang terkena kanker prostat dan menentukan apakah perlu dilakukan biopsi sekarang atau tidak. Namun, Tomlins memperingatkan bahwa tes ini tidaklah sempurna. "Susah untuk tak menyarankan seseorang menjalani biopsi sebab selalu ada kesempatan kanker terselip yang tak terlacak dari dua penanda tadi," kata Tomlins.
Untuk penelitian itu, kelompok Tomlins mempelajari urine dari 1.312 lelaki yang memiliki angka PSA tinggi dan harus menjalani biopsi atau pembedahan untuk mengangkat prostat. Secara khusus para peneliti mencari dua penanda dan menggunakannya untuk mengelompokkan pria dalam kelompok risiko terkena kanker prostat (tinggi, sedang, rendah). Mereka kemudian membandingkan hasilnya dengan data dari biopsi, yang dilakukan menggunakan sebuah jarum suntik untuk mendeteksi semua sel kanker. Berdasarkan biopsi, kanker ditemukan sebanyak 21% pada pria dengan kategori risiko rendah, 43% pada pria risik sedang, dan 69% pada kelompok risiko tinggi.
Para peneliti menyatakan bahwa penemuan tes urine berhubungan dengan ukuran tumor dan keganasan kanker. Pada kelompok risiko rendah, hanya 7% yang memiliki kanker ganas, dibandingkan dengan 40% pada kelompok risiko tinggi.
Salah satu batasan penelitian ini adalah kebanyakan pasien adalah ras kulit putih. Maka perlu dilakukan penelitian lanjutan untuk ras lainnya. Hal ini diamini oleh Dr. Anthony D'Amico, pakar kanker prostat yang merupakan kepala radiasi onkologi di Brighma and Women's Hospital di Boston. "Hasil penelitian itu selangkah lebih maju namun kita masih perlu langkah selanjutnya." (Sumber: USAToday)