Penulis
Intisari-Online.com – Nutritalk merupakan forum bincang gizi yang secara periodik dilaksanakan oleh Sari Husada untuk wartawan dengan menghadirkan pakar kesehatan dan gizi. Kali ketiga ini, Nutritalk mengangkat tema “Gizi Lintas Generasi – Tantangan Gizi Anak Dulu, Kini dan Nanti.”
Melongok ke masa lalu, ternyata isu gizi bangsa berawal pada masa penjajahan Jepang, ketika terjadi kekurangan pangan yang parah sehingga muncul busung lapar di mana-mana. Kemudian pada masa Orde Lama (1950-an) mulai timbul masalah pertanian yang saat itu menjadi “hidup mati bangsa” karena pola konsumsi masyarakat sangat tergantung pada sektor pertanian. Beranjak ke masa Orde Baru, masyarakat Indonesia masih terbelenggu dalam empat masalah gizi utama, yaitu Kekurangan Kalori dan Protein (KKP), Kekurangan Vitamin A (KVA), Gangguan Akibat Kekurangan Yodium (GAKY), dan Anemia Gizi Besi (AGB). Pada masa ini kemudian dibentuk “Usaha Perbaikan Menu Makanan Rakyat” berupa upaya untuk lebih menganekaragamkan jenis konsumsi dan meningkatkan gizi makanan rakyat, baik kualitas maupun kuantitas. Di masa reformasi, isu gizi yang marak timbul adalah masalah kekurangan gizi mikro (hidden hunger), menyangkut defisiensi besi, yodium, asam folat, vitamin A, dan beberapa jenis vitamin B.
Rendahnya asupan gizi mikro menyebabkan tingginya kasus penyakit akibat kurang zat gizi mikro (KGM). Dampaknya, di banyak negara terlihat bahwa KGM dapat meningkatkan angka kematian ibu dan anak, penyakit akibat infeksi, menurunkan kecerdasarn anak, serta produktivitas kerja. Di negara berkembang, umumnya prevalensi KGM sebesar 50-60%, dengan 9% angka kematian anak dan 13% kematian ibu disebabkan karena kekurangan vitamin A (KVA). Sementara data tahun 2004 menunjukkan 10 juta anak balita di Indonesia kurang vitamin A. Sekitar 18% kematian ibu melahirkan dan 24% kematian perinatal disebabkan anemia dan defisiensi zat besi. Kekurangan yodium merupakan penyebab umum retardasi mental dan kerusakan fungsi otak di berbagai negara di dunia.
Asupan gizi sangat terkait dengan ketahanan pangan di tingkat rumah tangga, yang dipengaruhi oleh beberapa faktor.
Dewasa ini muncul salah satu solusi lain yang lebih modern dalam menangani masalah gizi, tepat dan murah, yaitu dengan fortifikasi, suatu upaya meningkatkan mutu gizi bahan pangan dengan sengaja menambahkan satu atau lebih zat gizi mikro, seperti vitamin dan mineral pada bahan pangan atau produk pangan. Fortifikasi bertujuan untuk melengkapi atau menambah komponen gizi yang tidak ada dalam rangka perbaikan gizi masyarakat. Misalnya, program fortifikasi melalui makanan pendamping ASI (MPAS) balita dengan menggunakan produk taburan. Bubuk campuran berbagai vitamin dan mineral yang dikemas dalam sachet ini cara penggunaannya cukup ditaburkan di produk pangan balita (MPAS) siap saji. Dengan penambahan bubuk taburan ini, produk pangan sudah difortifikasi. Diharapkan program ini mampu mencukupi kebutuhan zat gizi mikro bagi balita keluarga miskin.