Jokowi Capres Boneka?

Mohamad Takdir

Penulis

Jokowi Capres Boneka?

Intisari-Online.com - Kedekatan calon presiden dari PDI Perjuangan Joko Widodo dengan ketua umum partainya, Megawati Soekarnoputri, disebut-sebut menyebabkan Jokowi tunduk kepada Megawati. Bagaimana tanggapan Jokowi soal itu? "Saya ndak nanggapi yang seperti itu. Karena masyarakat sudah tidak bodoh, sudah pintar, bisa milah-milah yang benar," ujarnya di Balaikota Jakarta Pusat pada Selasa (18/3/2014) kemarin. Jokowi merasa tidak perlu membuktikan bahwa dirinya bukanlah seperti yang ditudingkan sejumlah pihak. "Pembelaan-pembelaan, ndak usahlah," kilahnya.

(Baca juga: Jokowi Tak Boleh Merasa Menang)Jokowi menganggap tudingan-tudingan semacam itu merupakan serangan politik. Di dunia politik dan alam demokrasi, Jokowi tak mempersoalkan adanya pernyataan semacam itu. Menurutnya, semua orang bebas memilih mana jalur yang bakal ditempuhnya. Jokowi mengaku telah "kebal" dengan pernyataan semacam itu. Sebab, dia telah mengikuti empat kali pemilihan umum kepala daerah, dua kali di Surakarta dan dua kali di DKI Jakarta (putaran pertama dan putaran kedua pilkada). "Saya ini sudah empat kali pilkada loh, jadi kalau cuma dicemooh seperti itu, diejek, sudah biasalah. Kembali, ini demokrasi," ujarnya. Tudingan Jokowi menjadi "boneka" Megawati dilontarkan pengamat komunikasi politik UI Agung Suprio. Pernyataan itu didasarkan pada kepatuhan Jokowi ke Megawati, selama ini. Bahkan, kepatuhan Jokowi kepada Megawati dianggap berlebihan dibandingkan dengan kader lain, misalnya Rustriningsih atau Tri Rismaharini. Ada dua hal, kata Agung, yang bisa dilakukan Jokowi agar tidak terus-menerus dianggap sebagai "boneka" Megawati. Pertama, Jokowi harus memiliki visi misi sebagai capres sehingga publik bisa mengontrolnya. Kedua, Jokowi juga harus berani menyebut nama calon menteri dari profesional yang tak terikat ke partai. Topik terkait "boneka-bonekaan" juga disinggung Ketua Dewan Penasihat Gerindra Prabowo Subianto. Meski tidak secara gamblang menyebutkan nama, Prabowo mengingatkan agar rakyat tak memilih presiden "boneka". "Mereka ingin Indonesia dipimpin 'boneka', karena mereka ingin Indonesia miskin dan menjadi budak di negerinya sendiri," ujarnya. (Kompas)