Find Us On Social Media :

Orang Kurus Berisiko Sekarat Pasca-operasi

By Agus Surono, Rabu, 23 November 2011 | 15:00 WIB

Orang Kurus Berisiko Sekarat Pasca-operasi

Intisari-Online.com - Orang kurus sepertinya berpikir ulang saat mau menjalani operasi pembedahan. Soalnya, sebuah penelitian mengungkapkan bahwa mereka yang kurus memiliki risiko tinggi untuk sekarat dalam 30 hari setelah menjalani operasi dibandingkan dengan mereka yang bertubuh gemuk.Belum diketahui akar penemuan itu. Awalnya mereka ingin mengetahui pengaruh kegemukan dalam bertahan setelah operasi, namun malah menemukan fakta bahwa orang kurus berisiko sekarat pascaoperasi. Para peneliti menggunakan ukuran indeks massa tubuh (IMT).

"Pasien dengan IMT rendah memiliki risiko sekarat lebih tinggi dalam jangka 30 hari setelah operasi umum dan pembuluh darah," kata ketua peneliti, George Stukenborg, associate professor Fakultas Ilmu Kesehatan Masyarakat, Universitas Virginia.

Penelitian yang diterbitkan di Archives of Surgery itu melibatkan hampir 190.000 orang yang menjalani pembedahan selama tahun 2005 atau 2006. Data berasal dari American College of Surgeons National Surgical Quality Improvement Program. Dari pasien-pasien itu, 3.200 meninggal dalam kurun waktu 30 hari setelah mereka menjalani operasi. Dari data yang meninggal itu, jumlah pasien ber-IMT kurang dari 23,1 (golongan normal ke kurus) sebanyak 2,8 persen. Bandingkan dengan 1 persen dari pasien yang ber-IMT 35,5 ke atas yang dikelaskan sebagai obesitas.

Sedangkan mereka yang ber-IMT kurang dari 23,1 memiliki risiko sekarat 40 persen lebih tinggi dibandingkan dengan orang yang memiliki IMT 26,3 sampai 29,6 (overweight).Menurut Pusat Kontrol dan Pencegahan Penyakit AS, IMT di bawah 18,5 masuk golongan underweight, 18,5 - 24,9 normal, 25 - 29,9 overweight, dan di atas 30 obesitas.

Pasien yang menjalani pembedahan bagian perut memiliki risiko kematian paling tinggi (hampir 14 persen), dibandingkan dengan operasi jenis lain. Risiko paling rendah adalah operasi mengangkat tumor kecil di payudara (0,1 persen).

"Sayangnya, penelitian kami tidak menemukan titik terang mengapa IMT merupakan faktor risiko kematian. Ini pertanyaan menarik, dan kita harus menelitinya lebih lanjut," kata Stukenborg.

Merujuk ke penelitian, Dr. Nestor de la Cruz-Munoz, kepala pembedahan bariatrik di Sekolah Kedokteran Universitas Miami, tidak terkejut. "Banyak pasien yang mengalami malnutrisi. Bisa jadi ia pasien kanker atau sedang menjalani penyembuhan untuk persoalan medis lain. Dalam jangka waktu yang lama pasien ini tidak memiliki benteng untuk melawan sakit pembedahan," begitu analisis de la Cruz-Munoz.