Find Us On Social Media :

Penyebab Testis Gagal Berfungsi

By J.B. Satrio Nugroho, Jumat, 29 Juni 2012 | 12:00 WIB

Penyebab Testis Gagal Berfungsi

Intisari-Online.com - Hipogonadisme adalah menurunnya fungsi testis yang disebabkan oleh gangguan interaksi hormon, seperti androgen dan testosteron. Hipogonadisme bisa bersifat warisan, atau sesuatu yang terjadi di kemudian hari, seperti cedera atau infeksi.

Hipogondisme primer adalah gagalnya fungsi testis karena masalah di dalam testis itu sendiri. Ada beberapa penyebab, seperti sindrom Klinefelter, yaitu kelainan bawaan pada kromosom seks, X dan Y. Laki-laki biasanya memiliki satu kromosom X dan satu kromosom Y. Dalam sindrom Klinefelter, ada dua atau lebih kromosom X, dan satu kromosom Y.

Kromosom Y mengandung materi genetik yang menentukan jenis kelamin anak dan perkembangan fungsi seksualnya. Kromosom X tambahan yang terjadi pada sindrom Klinefelter menyebabkan perkembangan abnormal dari testis, yang mengakibatkan rendahnya produksi testosteron.

Selain itu, hipogonadisme juga bisa disebabkan karena testis yang tidak turun sebelum lahir. Testis memang berkembang di dalam perut dan bergerak turun ke tempat permanennya di skrotum. Kadang testis tidak turun saat bayi dilahirkan. Tapi kondisi ini akan menjadi normal dalam beberapa tahun pertama kehidupan tanpa pengobatan. Jka tidak dikoreksi pada anak, bisa menyebabkan kerusakan testis dan berkurangnya produksi testosteron.

Infeksi gondok yang melibatkan testis selain kelenjar ludah (penyakit gondok orchitis) yang terjadi selama masa remaja atau dewasa juga bisa menyebabkan kerusakan fungsi testis.

Kandungan hemochromatosis besi yang terlalu banyak di dalam darah juga menjadi salah satu penyebab gagalnya fungsi testis.

Karena terletak di luar perut, testis rentan cedera. Kerusakan karena cedera juga bisa menyebabkan hipogonadisme. Namun, Kerusakan pada satu testis tidak dapat mengganggu produksi testosteron secara total.

Pengobatan kanker atau kemoterapi juga memicu kerusakan testis. Radiasi pengobatan kanker mengganggu testosteron dan produksi sperma. Efeknya bersifat sementara, tapi infertilitas permanen dapat terjadi.