Obat Generik: Badan Sehat, Harga Hemat

Rusman Nurjaman

Penulis

Obat Generik: Badan Sehat, Harga Hemat

Intisari-Online.com - Popularitas obat generik di kalangan masyarakat kita masih terhitung rendah. Menurut Sri Indrawaty dari Dirjen Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan, Kemenkes RI, di tahun 2011 penggunaannya hanya 11 persen saja dari konsumsi obat nasional. Padahal di negara Asia lain, penggunaannya di atas 30 %. Di Taiwan penggunaan obat generik bahkan mencapai 70 %. Rata-rata di negara-negara maju mencapai 50 %. Tak heran jika harga obat di Indonesia jauh di atas harga obat dunia.

Masyarakat kita lebih banyak memilih obat bermerek atau obat paten, meski harganya lebih mahal. Keraguan masyarakat untuk menggunakan obat generik dikarenakan adanya mitos-mitos tentang jenis obat yang satu ini. Misalnya, obat generik cenderung menimbulkan efek samping yang berlebihan. Padahal obat generik dan obat bermerek/obat paten sama saja, baik kandungan kimia maupun khasiatnya. Obat generik malah lebih menguntungkan karena masyarakat bisa lebih berhemat.

Masyarakat perlu mengetahui adanya tiga kelompok obat, yaitu:

  1. Obat generik. Generik adalah zat aktif yang terkandung di dalamnya. Contoh: bila zat aktif obat adalah parasetamol, nama generik obat itu pun parasetamol.
  2. Obat bermerek. Ini merupakan obat yang dikenal dengan merek dagang tertentu sesuai keinginan produsen. Contoh: parasetamol, mereknya bisa macam-macam.
  3. Obat paten. Obat paten merupakan paten yang diberikan pada obat baru (hak monopoli). Tanpa izin pemilik hak paten, obat ini tak boleh ditiru, diproduksi, dan dijual oleh pabrik lain. Jika masa berlaku hak paten habis, industri lain boleh memproduksi obat ini.
Perbedaan obat generik dan obat bermerek hanya dalam harga. Obat bermerek lebih mahal lantaran biaya operasionalnya lebih tinggi. Misalnya, harga amoksisilin 500 mg generik Rp 323,-, harga patennya bisa mencapai Rp 2.250. Jadi, semakin mahal harga obat tak berarti semakin baik mutunya. Oleh karena itu, bila dokter meresepkan obat yang harganya mahal, tak perlu malu untuk meminta obat generiknya.

Konsumen berhak memilih obat generik dan menolak obat bermerek. Sayangnya, konsumen cenderung bersikap pasif dan pasrah. Padahal di negara maju sekalipun mereka menggalakkan pemakaian obat generik melalui edukasi publik.

Rendahnya popularitas obat generik ini setidaknya lantaran tiga hal. Pertama, kurangya kesadaran masyarakat, terutama dokter. Kedua, pihak penyelenggara kesehatan enggan menawarkan obat generik lantaran berharap keuntungan lebih besar. Ketiga, tidak tersedianya sistem pembiayaan kesehatan yang komprehensif dan berkeadilan.

Kendati demikian, ketika menerima resep dari dokter tanyakanlah hal-hal berikut:

  1. Apa kandungan obatnya?
  2. Apa efek sampingnya?
  3. Apakah obat generiknya tersedia?
Akhirnya, mari budayakan memakai obat generik. Obat generik membuat Anda sehat di badan dan sehat di kantong. (Q & A, Smart Parents for Healthy Children, 2012)