Waspadai Bahaya Gula Pasir

K. Tatik Wardayati

Penulis

Waspadai Bahaya Gula Pasir

Intisari-Online.com – Tahun 1956 Thomas L. Cleave, dokter ahli bedah menemukan bahaya mengonsumsi gula pasir (dan terigu). Ia kemudian menjuluki The Saccharine Disease untuk penyakit yang timbul akibat banyak mengonsumsi gula pasir. Gangguan usus (diverticulitis), kanker usus besar, gangguan pembuluh balik tungkai dan wasir, dan tak pernah kenyang, bagian dari budaya mengonsumsi gula pasir dan semua jenis makanan karbohidrat yang diolah pabrik (refined diet), termasuk gula pasir dan terigu.

Makanan karbohidrat yang diolah sudah kehilangan sebagian besar serat (fiber), selain kehilangan pula vitamin dan mineral yang tubuh butuhkan. Terigu terbuat dari bahan alam (gandum). Sama seperti beras, akibat kelewat disosoh, kulit ari bahan jelai yang kaya akan vitamin-mineral tersebut terbuang, dan dijadikan makanan ternak. Yang sama terjadi pada kulit ari padi atau bekatul. Semakin putih terigu dan beras, semakin miskin gizinya.

Lama setelah itu bermunculan temuan, bahwa budaya makan karbohidrat olahan yang ikut menyokong bermunculannya penyakit-penyakit degeneratif. Hal itu sejalan dengan konsumsi gula pasir dunia yang meningkat puluhan kali lipat.

Penyakit akibat kekurangan asupan serat meningkat. Demikian pula penyakit kantung empedu, penyakit usus, selain penyakit pembuluh darah dan jantung. Konsumsi kekurangan serat berkaitan juga dengan penyakit akibat lemak darah yang tinggi dan hipertensi.

Ketika zaman perang pada masa belum muncul budaya mengonsumsi makanan karbohidrat olahan pabrik, kasus penyakit degeneratif tidak sebanyak pada masa menu orang didominasi terigu dan gula pasir. Salah satu sebabnya, dalam menu terigu dan gula pasir banyak vitamin dan mineral yang hilang. Salah satunya trace-elements chromium. Chromium berperan dalam mengatur metabolisme gula dan kolesterol juga.

Di samping itu, dalam proses pembuatan terigu, selain kromium yang hilang, mineral kadmium yang tidak menyehatkan meningkat. Lebih dari separuh trace-elements chromium, mangan, zat besi, kobalt, tembaga, besi, dan molybdenium, yang semuanya bersifat esensial bagi tubuh, telah hilang dalam proses pengolahan gandum menjadi terigu. Begitu juga kalsium, fosfor, magnesium, kalium, dan natrium.

Akibat konsumsi gula pasir berlebihan, kelebihan, kelebihan kalori meningkatkan kolesterol tubuh. Kolesterol yang meningkat membentuk penyakit arteri (atherosclerosis).

Kekurangan serat akibat menu terigu, flora usus ikut terganggu. Sebagian kuman usus ikut terbuang bersama tinja, sehingga tumbuh kuman usus yang tidak bersahabat.

Menu berterigu dan bergula pasir lekas dicerna, dan kurang waktu untuk menambah enzim selama proses pencernaan, sehingga kualitas makanan dicerna tidak optimal.

Penelitian di Afrika Selatan yang sebagian menu hariannya masih banyak serat, bebas dari menu terigu dan gula pasir, kasus The Saccharine Disease seperti tersebut di atas jauh lebih sedikit dibanding masyarakat dengan menu baratisasi.

Menu berterigu dan bergula juga tidak memberi rasa penuh dan rasa kenyang di perut karena kurang berampas, sehingga orang cenderung mengonsumsi makanan lebih banyak dari kebutuhan. Dari sini juga muasal kenapa menu baratisasi (roti putih, pastries, permen, minuman ringan) cenderung bikin tubuh jadi kelebihan berat badan. (Sehat Itu Murah)