Find Us On Social Media :

Gemuk Tak Lagi Menggemaskan, Tapi Mencemaskan

By Shinta Ario Kusuma Dewi, Minggu, 30 Juni 2013 | 08:00 WIB

Gemuk Tak Lagi Menggemaskan, Tapi Mencemaskan

Intisari-Online.com - Masalah gizi di Indonesia saat ini memasuki masalah gizi ganda. Artinya, masalah gizi kurang masih belum teratasi sepenuhnya, sementara sudah muncul masalah gizi lebih. Kelebihan gizi yang menimbulkan obesitas dapat terjadi baik pada anak-anak hingga usia dewasa.

Obesitas disebabkan oleh ketidakseimbangan antara jumlah energi yang masuk dengan yang dibutuhkan oleh tubuh untuk berbagai fungsi biologis seperti pertumbuhan fisik, perkembangan, aktivitas, dan pemeliharaan kesehatan. Jika keadaan ini berlangsung terus menerus dalam jangka waktu cukup lama, maka dampaknya adalah terjadinya obesitas. Obesitas didefinisikan sebagai suatu kelainan atau penyakit yang ditandai dengan penimbunan jaringan lemak tubuh secara berlebihan.

Prevalensi obesitas ini meningkat dari tahun ke tahun, baik di negara maju maupun negara yang sedang berkembang. Berdasarkan Survei Sosial-Ekonomi Nasional (SUSENAS), prevalensi obesitas (>120% median baku WHO/NCHS) pada balita mengalami peningkatan baik di perkotaan maupun pedesaan. Di perkotaan pada tahun 1989 didapatkan 4,6 persen laki-laki dan 5,9 persen perempuan, meningkat menjadi 6,3 persen laki-laki dan 8 persen perempuan pada tahun 1992. Di pedesaan pada tahun 1989 didapatkan 2,3 persen laki-laki dan 3,8 persen perempuan, meningkat menjadi 3,9 persen laki-laki dan 4,7 persen perempuan pada tahun 1992.

Beberapa faktor penyebab obesitas pada anak antara lain asupan makanan berlebih yang berasal dari jenis makanan olahan serba instan, minuman soft drink, makanan jajanan seperti makanan cepat saji (burger, pizza, hot dog), dan makanan siap saji lainnya yang tersedia di gerai makanan.

Obesitas juga dapat terjadi pada anak yang ketika masih bayi tidak dibiasakan mengkonsumsi air susu ibu (ASI), tetapi mengunakan susu formula dengan jumlah asupan yang melebihi porsi yang dibutuhkan bayi/anak. Akibatnya, anak akan mengalami kelebihan berat badan saat berusia 4-5 tahun. Hal ini diperparah dengan kebiasaan mengkonsumsi makanan jajanan yang kurang sehat dengan kandungan kalori tinggi tanpa disertai konsumsi sayur dan buah yang cukup sebagai sumber serat.

Anak yang berusia 5-7 tahun merupakan kelompok yang rentan terhadap gizi lebih. Oleh karena itu, anak dalam rentang usia ini perlu mendapat perhatian dari sudut perubahan pola makan sehari-hari karena makanan yang biasa dikonsumsi sejak masa anak akan membentuk pola kebiasaan makan selanjutnya.

Dampak obesitas pada anak antara lain:

  1. Faktor risiko penyakit kardiovaskuler.

    Faktor risiko ini meliputi peningkatan: kadar insulin, trigliserida, LDL-kolesterol, dan tekanan darah sistolik serta penurunan kadar HDL- kolesterol. Risiko penyakit kardiovaskuler di usia dewasa pada anak obesitas sebesar 1,7 - 2,6. Anak obesitas cenderung mengalami peningkatan tekanan darah dan denyut jantung dan sekitar 20-30 persen menderita hipertensi.

  2. Diabetes mellitus tipe-2.

    Diabetes mellitus tipe-2 jarang ditemukan pada anak obesitas. Prevalensi penurunan uji toleran glukosa toleran pada anak obesitas adalah 25 persen sedang diabetes mellitus tipe-2 hanya 4 persen.

  3. Obstructive sleep apnea.

    Sering dijumpai pada anak obesitas dengan kejadian 1/100 dengan gejala mengorok. Penyebabnya adalah penebalan jaringan lemak di daerah dinding dada dan perut yang mengganggu pergerakan dinding dada dan diafragma, sehingga terjadi penurunan volume dan perubahan pola ventilasi paru serta meningkatkan beban kerja otot pernafasan.

    Pada saat tidur terjadi penurunan tonus otot dinding dada yang disertai penurunan saturasi oksigen dan peningkatan kadar CO2, serta penurunan tonus otot yang mengatur pergerakan lidah. Akibatnya lidah jatuh ke arah dinding belakang faring yang mengakibatkan obstruksi saluran nafas intermiten dan menyebabkan tidur gelisah. Alhasil, keesokan harinya anak cenderung mengantuk dan hipoventilasi. Gejala ini berkurang seiring dengan penurunan berat badan.

  4. Gangguan ortopedik.

    Pada anak obesitas cenderung berisiko mengalami gangguan ortopedik yang disebabkan kelebihan berat badan, yaitu tergelincirnya epifisis kaput femoris yang menimbulkan gejala nyeri panggul atau lutut dan terbatasnya gerakan panggul.

    Mengingat penyebab obesitas bersifat multifaktor, maka penatalaksanaan obesitas seharusnya dilaksanakan secara multidisiplin dengan mengikut sertakan keluarga dalam proses terapi obesitas. Prinsip dari tatalaksana obesitas adalah mengurangi asupan energi serta meningkatkan keluaran energi, dengan cara pengaturan diet, peningkatan aktifitas fisik, dan mengubah/ modifikasi pola hidup.

Jadi, jangan sepelekan obesitas. Sudah tidak masanya lagi anak gemuk menggemaskan. Justru mencemaskan!