Find Us On Social Media :

Konsekuensi Hukum di Balik Pernyataan Kivlan Zen soal Hilangnya Aktivis 1998

By Ade Sulaeman, Selasa, 6 Mei 2014 | 21:00 WIB

Konsekuensi Hukum di Balik Pernyataan Kivlan Zen soal Hilangnya Aktivis 1998

Intisari-Online.com - Pernyataan Kivlan Zen soal hilangnya aktivis 1998 dinilai merupakan petunjuk yang bisa memberikan titik terang sekaligus berkonsekuensi hukum.

Dalam sebuah acara televisi, Senin (28/4/2014), purnawirawan berpangkat Mayor Jenderal sekaligus mantan Kepala Staf Kostrad tersebut mengaku tahu keberadaan dan nasib 13 orang tersebut.(Baca juga: Mun'im Idries Saksi Korban Trisakti

"Pernyatan Kivlan Zen itu jelas menegaskan bahwa dia mengetahui keberadaan 13 aktivis. Bagi kami itu punya konsekuensi hukum," ujar Kepala Divisi Pemantauan Impunitas Komisi untuk Orang Hilang dan Tindak Kekerasan (Kontras) Yati Andriani di kantor Kontras, Jakarta, Senin (5/5/2014).

Bersama organisasi lain dalam Koalisi Gerakan Menolak Lupa, Kontras meminta Komnas HAM dan Kejaksaan Agung memanggil Kivlan untuk menggali keterangan terkait peristiwa tersebut. Dalam siaran televisi tersebut, Kivlan berkata, "Yang menculik dan hilang, tempatnya saya tahu di mana. Ditembak, dibuang..."

Mengutip Pasal 165 KUHP, Yati mengatakan, setiap orang yang memiliki informasi mengenai tindak kejahatan harus melaporkannya kepada aparat penegak hukum. "Kalau Kivlan menolak memberi keterangan, maka dia disebut menghalangi pengungkapan keadilan karena menyembunyikan informasi. Bisa kena pidana."

Salah satu korban penculikan, Mugiyanto, mengatakan, pernyataan Kivlan Zen sangat menyakiti korban yang dilepas dan keluarga korban yang belum ditemukan. Ia menilai Kivlan tidak memiliki empati. "Dia bilang ditembak di mana, dikubur di mana, kayak enggak ngomongin manusia. Kayak cuma ngomongin angka," kecam Mugiyanto.

Koordinator Kontras, Haris Azhar, mengatakan, Kivlan harus bertanggung jawab atas hilangnya belasan orang karena dianggap mengetahui informasi itu. Menurut dia, tampilnya Kivlan di hadapan media bukanlah sikap kesatria yang sepatutnya dimiliki anggota TNI.

"Kalau dia berani, datang ke Komnas HAM dan Kejagung. Kalau enggak berani, dia chicken (pengecut)," ujar Haris.

Selain menindak Kivlan, Komnas HAM dan Kejaksaan Agung didesak memanggil pula mantan Komandan Kopassus Prabowo Subianto yang saat itu menjabat sebagai ketua Tim Mawar, kelompok yang diduga menculik belasan aktivis pada 1997/1998. (kompas.com)