Penulis
Intisari-Online.com - Adanya perbedaan hasil quick count di Pilpres 2014 lalu dari sejumlah lembaga yang menyelenggarakannya, membuat sebagian masyarakat menjadi ragu. Masyarakat yang bingung, kemudian mengambil langkah “netral” yakni menunggu hasil perhitungan resmi dari Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang akan diumumkan pada 22 Juli 2014. Sekilas langkah itu terkesan paling bijaksana daripada meributkan hasil quick count yang seolah tak ada ujungnya, tapi apakah memang sudah benar?
Anggota Dewan Etik Perhimpunan Survei Opini Publik Indonesia, Hamdi Muluk menyatakan, justru hasil quick count seharusnya justru menjadi alat pengontrol kemungkinan terjadinya kecurangan dalam perhitungan KPU. “Quick count bukan sekadar untuk tahu (hasil) Pemilu, melainkan juga sebagai perbandingan dengan hasil resmi KPU,” kata Hamdi, seperti dikutip Kompas.com (11/7).
Adanya persoalan pada hasil quick count, menurut Hamdi, jangan lalu membuat hitung cepat itu kita “bunuh”. Artinya, jangan hanya karena ada tiga atau empat lembaga yang memberi hasil berbeda, lantas quick count kita singkirkan. “Kalau kita bunuh, kita juga membunuh ilmu pengetahuan,” tutur dia.
Menurut Hamdi, seharusnya hasil quick count tidak jauh berbeda antara lembaga satu dengan yang lain. Asalkan metodologinya sama-sama benar. Apalagi quick count berbeda dengan survei. Jika survei mengukur persepsi atau opini seseorang, quick count mengambil fakta rekapitulasi suara yang berasal dari formulir C-1.
Dalam sejarahnya, quick count terbukti berperan dalam mengungkap kecurangan penyelenggara pemilu. Misalnya pada pemilu di Filipina tahun 1986 yang dilakukan oleh Presiden Marcos dan para pendukungnya. Begitu pula saat pemilu di Chili tahun 1988 oleh Presiden Pinochet, serta pemilu di Peru pada tahun 2000.
Dalam pemilu-pemilu bermasalah tersebut, hasil resmi yang dikeluarkan lembaga penyelenggara pemilu ternyata jauh dari range hasil dari mayoritas quick count yang diselenggarakan sejumlah lembaga. Dari fakta itu maka bisa diindikasikan hasil perhitungan suaranya juga bermasalah.