Find Us On Social Media :

Usut Asal: Alat selam, Upaya Manusia Bernapas di Air

By K. Tatik Wardayati, Minggu, 20 Juli 2014 | 19:15 WIB

Usut Asal: Alat selam, Upaya Manusia Bernapas di Air

Intisari-Online.com – Orang yang hidup seabad lalu mungkin masih belum berpikir untuk pergi berekreasi ke bawah laut dengan menyelam menggunakan alat selam. Di masa silam, aktivitas ini memang identik dengan olahraga ekstrim maupun militer, tapi kini jadi kegiatan rekreatif yang menyenangkan. Padahal keinginan manusia untuk bisa menjelajah bahwa laut sudah ada sejak dulu.

Bukti tertua perihal aktivitas manusia menyelam ke bawah laut adalah ditemukannya artefak-artefak purbakala berupa perhiasan yang terbuat dari mutiara. Masyarakat Yunani mengenal sebuah cerita kuno tentang Scyllis, pelaut Yunani yang menggunakan batang buluh yang berongga untuk bernapas di bawah air. Scyllis diceritakan berusaha memotong tambatan jangkar kapal bangsa Persia dengan cara menyelam dalam air.

Keinginan untuk bisa menjelajahi dunia bawah laut semakin kuat karena manusia juga punya kepentingan untuk bisa berada di dalam air. Misalnya saja untuk berburu hewan laut untuk dimakan, menemukan berbagai artefak dan membetulkan bagian bawah kapal yang rusak. Maka berkembanglah penemuan-penemuan baru untuk memenuhi keinginan itu.

Penemuan pertama yang berhasil membuat manusia bisa bertahan dalam waktu cukup lama di dalam air yaitu diving bells yang ditemukan pada abad ke-16. Sesuai namanya, diving bells merupakan alat selam atau “kendaraan” berbentuk seperti lonceng besar dari logam.

(Baca juga: Di Singapura, Kita Bisa Menyelam Tanpa Lisensi)

Orang yang hendak menjelajah duduk telungkup, lalu diturunkan perlahan ke bawah laut menggunakan rantai atau kabel. Tekanan pada permukaan air laut akan membuat udara terperangkap di dalam lonceng. Udara inilah yang digunakan penyelam untuk bernapas.

Edmund Halley – dikenal sebagai penemu komet Halley – adalah yang pertama mematenkan diving bells hasil inovasinya. Di alat ini terdapat pipa yang tersambung dari lonceng ke permukaan air untuk bernapas. Rekor terbaik penyelaman dengan alat ini adalah sedalam 18 mdpl dengan durasi 90 menit.

Tahun 1770, Sieur Freminet, penemu berkebangsaan Prancis menciptakan tabung udara yang dapat mendaur ulang udara. Sayang, kinerja alat ini masih buruk bahkan penemunya ikut tewas kekurangan oksigen setelah berada di bawah laut selama kurang lebih 20 menit.

Penemuan itu disempurnakan oleh Hendry A. Fleuss, seorang pelaut Inggris di tahun 1876. Tabung selam yang dinamai Aerophore ini berisi oksigen murni. Cara kerjanya dengan mengikat karbon dioksida menggunakan kalium karbonat. Alat ini lazim dipakai pada masa itu, meski hanya bisa dipakai hingga kedalaman 8 mdpl.

Baru di tahun 1943, dua ahli Prancis, Jacques-Yves Cousteau dan Emile Gagnan mendesain regulator udara yang bisa mengatur keluarnya udara dari tabung sesuai dengan tarikan napas penyelam. Regulator udara itu dipasang dengan selang, pipa mulut dan sepasang tabung udara. Alat selam ini dipatenkan dengan nama aqualung dan masih digunakan para penyelam sekarang ini.

Hingga kini peralatan selam masih terus mengalami perkembangan, seperti adanya komputer selam yang mengukur kedalaman dan durasi penyelaman untuk mencegah gejala dekompresi. Harga peralatannya pun kian terjangkau. Jadi, jika Anda merasa bosan selama ini hanya bisa berekreasi di atas permukaan laut saja, mungkin sudah saatnya nyemplung dengan scuba diving. (Novani Nugrahani – Intisari)