Find Us On Social Media :

Akhirnya, Pengadilan China Meninjau Ulang Vonis Mati Atas Kasus Pembunuhan yang Terjadi 18 Tahun Lalu

By Ade Sulaeman, Jumat, 21 November 2014 | 18:30 WIB

Akhirnya, Pengadilan China Meninjau Ulang Vonis Mati Atas Kasus Pembunuhan yang Terjadi 18 Tahun Lalu

Intisari-Online.com - Meski dikenal sebagai pengadilan yang jarang melakukan tinjauan ulang atas vonis-vonis yang diputuskannya, ternyata pengadilan China mau meninjau ulang vonis mati atas kasus pembunuhan yang terjadi 18 tahun lalu.

Kasus yang membuat Hugjiltu, seorang pemuda berusia 18 tahun, yang kini diyakini tidak bersalah, divonis mati karena diduga menjadi pelaku pemerkosaan dan pembunuhan tersebut.

Yan Feng, sekarang berusia 37 tahun, marupakan teman dan rekan kerja Hugjiltu menjadi saksi yang “tak terungkap” selama belasan tahun. Pada malam kejadian, 9 April 1996, Yan Feng sedang berada di bar di wilayah Mongolia, China bagian utara, bersama Hugjiltu.

Setelah sempat pamit hendak ke kamar mandi, Hugjiltu, menurut cerita Yan Feng, kembali dengan muka panik karena baru saja menemukan mayat wanita setengah telanjang di sebuah toilet umum.

Keduanya lalu melaporkan kejadian tersebut kepada pihak kepolisian. Di kantor polisi, keduanya diinterogasi secara terpisah. Yan Feng mengaku dirinya mendengar teriakan Hugjiltu, bahkan mendengar suara pukulan. Polisi juga banyak bertanya tentang Hugjiltu kepada Yan Feng.

Esok paginya Yan Feng menemui rekannya sudah diborgol dan dibawa pergi menggunakan sepeda motor. Ternyata, itu jadi pertemuan terakhirnya dengan Hugjiltu karena 48 jam kemudian temannya tersebut dihukum mati atas tuduhan memperkosa dan membunuh wanita yang mayatnya dia temukan di toilet.

Kini Yan Feng dan keluarga Hugjiltu menemui titik cerah setelah pada 2005, seorang bernama Zhao Zhihong divonis mati atas serangkaian pemerkosaan disertai pembunuhan pada 1996.

Bersama dengan Shang Aiyun (62), ibu Hugjiltu, Yan Feng berupaya meminta pengadilan China meninjau ulang vonis mati atas kasus pembunuhan yang terjadi 18 tahun lalu itu.

Pihak berwenang menunda eksekusi Zhao setelah ia menunjukkan rincian kasus Hugjiltu kepada polisi dan meninggalkan sebuah surat kepada jaksa pada tahun 2006 yang mengatakan bahwa Hugjiltu tidak bersalah.

Zhao menjelaskan rincian polisi tentang kasus tahun 1996 tersebut, termasuk lokasi toilet, umur, tinggi, dan posisi tubuh korban. Deskripsi tersebut dianggap jauh lebih rinci daripada pengakuan Hugjiltu itu. Temuan ini menimbulkan kecurigaan terhadap keputusan pengadilan.

Kini, Yan Feng dan Shang Aiyun sedang berjuang menemukan keadilan setelah pengadilan China mau meninjau ulang vonis mati atas kasus pembunuhan yang terjadi 18 tahun lalu. Tujuan utama mereka hanya satu: membersihkan nama anaknya atas segala tuduhan yang diterimanya selama lebih dari 18 tahun. (chinadaily.com.cn)