Penulis
Intisari-Online.com -Berasumsi sendiri mengenai penyakit yang diderita dan obatnya, berujung pada keterlambatan penanganan yang seharusnya. Dan ujung-ujungnya bisa berakibat fatal.
Dr. Hendarto Natadidjaja, Sp.PD, MARS, FINASIM, spesialis penyakit dalam RS Royal Taruma Jakarta, menegaskan bahwa banyak kemungkinan yang bisa terjadi yang dialami seseorang.
“Menyimpulkan sendiri kelainan yang terjadi pada tubuh berdasarkan cerita teman atau berdasar dari sumber yang dibaca saja, kemungkinan besar bisa keliru. Jangan sampai memvonis diri dengan penyakit hanya karena gejala yang mirip,” ujar Hendarto.
Yang paling dikhawatirkan ketika melakukan diagnosis yang salah adalah kesalahan penggunaan obat. Misal, mentang-mentang temannya menderita kencing manis, saat si A menderita gejala yang sama ia langsung menvonis diri terkena kencing manis, padahal tidak. Si A lalu mengonsumsi obat kencing manis.
Hasilnya? Ia malah digotong ke rumah sakit karena gara-gara minum obat yang ternyata justru membuat gula darahnya anjlok. Fatal.
Hendarto menghimbau, sebaiknya setiap pasien berkonsultasi ke dokter bila merasa yang tidak beres dengan kondisi tubuhnya. Dokter yang tahu akan menyarankan untuk meminum obat yang benar karena setiap obat memiliki indikasinya sendiri-sendiri.
“Sebenarnya simpel, obat tifus buat tifus, obat malaria untuk malaria, obat TBC buat TBC, dan lain sebagianya,” ujar Hendarto.
Selain itu, ada beberapa aspek yang tidak diketahui oleh pasien tapi diketahui oleh dokter. Sebelum mengobati suatu penyakit dan memberikan resep, dokter harus menegakkan diagnosis atau menetapkan penyakit pasien serta penyebabnya terlebih dahulu di samping kondisi pasien itu sendiri. Ada beberapa langkah yang biasa dilakukan: amnesia, pemeriksaan jasmani, dan pemeriksaan penunjang. (Nova)