Penulis
Intisari-Online.com -Operasi laporoskopi tidak membuat sayatan besar pada tubuh. Oleh karena itu, teknik laparoskopi diyakini akan memberi risiko lebih kecil saat donor ginjal dibanding operasi terbuka.Chaidir A Mokhtar, Ketua Ikatan Ahli Urologi Indonesia, mengatakan, saat melakuan laparoskopi, dokter tidak membuat sayatan terbuka sehingga tak perlu memotong otot.
Tentu saja ini berbeda denga operasi terbuka yang harus memotong otot untu mendapatkan ginjal donor untuk pasien gagal ginjal. Sayang sekali, teknik laparoskopi baru bisa diterapkan pada proses donor ginjal tapi belum pada transplantasi ginjal yang mesih mengharuskan penggunakan operasi terbuka.
Ada beberapa keuntungan lain yan dihadirkan teknik laparoskopi. Salah satunya adalah mengurangi rasa nyeri pasca operasi, lalu jumlah darah yang dikeluarkan lebih sedikit. Pemulihannya juga terbilang lebih cepat sehingga donor bisa beraktivitas normal lebih cepat.
Secara teknis laparoskopi, dokter akan membuat sayatan selebar 5 hingga 7 sentimeter di sekitar pusar. Dari sayatan pendek itu dokter akan memasukkan alat operasi sekaligus kamera mini. Dokter akan mengambil ginjal menggunakan gambar yang dihasilkan oleh kamera.
“Dalam dua tahun terakhir, tim dokter RSCM-FKUI telah melakukan 100 kali laparoskopi. Kami berharap makin banyak yang bersedia donor ginjal agar pasies yang gagal ginjal dapat hidup normal,” kata Nur Rasyid, ketua Departemen Urologi RSCM-FKUI, Jakarta.
Sampai saat ini, gaga ginjal merupakan penyakit ke-12 penyebab kematian di Indonesia. Angka peningkatannya terus melonjak, terhitung tiap tahun bertambah 25 ribu, sementara dari 100 ribu penderita hanya 1 persennya yang sudah tertransplantasi.