Misteri Penghuni Keraton Merapi (2): Merapi adalah Keratonnya Para Makhluk Halus

Birgitta Ajeng

Penulis

Misteri Penghuni Keraton Merapi (2): Merapi adalah Keratonnya Para Makhluk Halus

Intisari-Online.com - Berlatar belakang konsepsi tradisional Jawa, Gunung Merapi adalah keraton lelembut tak kasat mata yang memberi kebidupan dan kesuburan pada manusia di sekitarnya. Ia bahkan menjadi simbol kelelakian (lingga) yang mendambakan persatuan dengan Laut Kidul sebagai sang yoni untuk menggali sangkan paraning dumadi (asal usul kehidupan). Terciptalah jalur mistis Merapi – Mataram – Laut Kidul. Namun, kepercayaan ini tak lagi banyak membantu ketika harus menghadapi kenyataan bahwa amukan dan letusan Merapi tetap membutuhkan akal sehat, seperti uraian koresponden Intisari, B. Soelist berikut ini. Inilah kisah Misteri Penghuni Keraton Merapi.

---

Kinoharjo adalah desa tertinggi di lereng selatan Merapi. Berpenduduk 250-an KK, sebagian besar masyarakatnya adalah petani, buruh, dan penyabit rumput. Dalam peta daerah bahaya Merapi, desa ini termasuk dalam tingkat daerah bahaya pertama. Namun letak geografis yang menurut orang membahayakan itu ditanggapi dingin oleh para penduduknya. Bagi mereka gunung bukan sesuatu yang menakutkan, melainkan justru ladang penghidupan yang tak habis-habisnya.

"Gunung ini bagian dari hidup kami. Tak ada yang perlu ditakuti," kata Bangat, penduduk setempat. Pagi itu seperti kebanyakan penduduk lain, Bangat dan istrinya, Suharjiah, sudah turun-naik bukit mencari rumput dan kayu bakar. "Di sini adalah pelataran luar keraton Merapi, Bapak harus hati-hati," tuturnya menasihati. "Bapak lihat bukit kecil di atas itu?" tanya Suharjiah sambil menuding sebuah gundukan tanah jauh di atas. "Itu namanya Gunung Wutah, gapura pintu gerbang keraton Eyang Merapi," tuturnya seakan memamerkan. Lalu wanita itu kembali berkata, "Gunung Wutah itu benteng penahan lahar desa-desa sekitar sini."

Penduduk di lereng selatan gunung bertipe strato ini percaya, Merapi adalah keraton makhluk halus yang tak kelihatan. Kalau bukit kendit lokasi labuhan Keraton Yogyakarta dianggap sebagai paseban (tempat untuk menghadap raja) keraton Merapi, Bukit Wutah sebagai gapuranya, maka Desa Kinoharjo itu diyakini penduduk sebagai pelataran keratonnya.

Bertolak dari persepsi itulah, masyarakat setempat percaya Eyang Merapi tak bakal tega membinasakan penduduk yang tinggal di pelataran keratonnya sendiri. Apalagi penduduk desa ini selalu taat melaksanakan kewajiban selamatan dalam bentuk upacara sesaji atau ikut labuhan setahun sekali. Percaya atau tidak, gunung aktif ini sejak tahun 1006 tercatat pernah meletus atau bergiat sebanyak 88 kali. Namun, dalam sejarah letusannya sepanjang 9 abad itu, ledakannya tak satu pun mampu meluluhlantakkan Desa Kinoharjo dan sekitarnya.

Dari pengalaman sejarah inilah, Kinoharjo dan sekitamya seperti jadi anak emas Eyang Merapi. Tak aneh kalau kemudian muncul sindiran kalangan penduduk setempat tertuju kepada warga di daerah bencana lahar di lereng barat daya Merapi, "Kalau ingin hidup tenang berpindahlah kemari. Eyang Merapi melindungi kami."

Selamatnya warga sekitar Desa Kinoharjo dari bencana letusan gunung suci itu diibaratkan oleh Mbah Marijan sebagai orang kencing tak bakal mengencingi kaki sendiri. Maksudnya, muntahan lahar panas yang disemburkan dari mulut kepundan gunung tak akan mungkin mengenai kaki gunung itu sendiri. la justru akan merambah dan merusak ke desa-desa lain.

Tulisan ini ditulis di dalam buku Kumpulan Kisah Misteri Intisari tahun 2006 dengan judul asli Misteri Penghuni Keraton Merapi.

-bersambung-