Find Us On Social Media :

Guling, Bahan Ejekan yang Meninggalkan Kesan

By Chatarina Komala, Kamis, 18 Desember 2014 | 19:30 WIB

Guling, Bahan Ejekan yang Meninggalkan Kesan

Intisari-Online.com - Tradisi memeluk guling ketika tidur tidak akan Anda temukan di Eropa atau Amerika. Kebiasaan ini memang khas Indonesia serta beberapa negara Asia, sebagai peninggalan dari masa kolonialisme.

Di Indonesia, tradisi memeluk guling lahir dari kebudayaan Indisch abad ke-18 atau ke-19. Percampuran kebudayaan Eropa, Indonesia, dan China ini awalnya dianggap aneh dan cenderung menjadi bahan ejekan orang-orang Inggris dan Eropa lainnya, terhadap bangsa Belanda.

Bisa jadi ini merupakan bentuk kecemburuan terhadap masa keemasan Belanda saat itu.

Dalam bahasa Inggris, guling disebut sebagai 'Dutch wife', yang sebenarnya adalah olok-olokan terhadap Belanda yang dinilai pelit. Olok-oloknya: guling itu digunakan para serdadu Belanda untuk menggantikan istri di tanah jajahan. Lucunya, saat berada di Indonesia, orang Inggris rupanya juga doyan "memeluk guling". Gantian orang Belanda menciptakan istilah: British doll, seperti dikatakan oleh Partotenojo dalam novel Jejak Langkah (1985).

Di kalangan masyarakat pribumi, guling hanya dimiliki oleh kaum atas atau priyayi. Pemakaian guling menjadi semakin populer karena antara lain, orang suka meniru gaya hidup priyayi.

Popularitas guling juga dapat ditemui di Asia Timur, seperti Korea, China, dan Jepang. Hanya saja, nama dan bentuknya berbeda. Di China, guling terbuat dari anyaman bambu tipis, seukuran manusia. Bagian dalamnya yang berongga dipercaya dapat mengalirkan udara dan menyerap keringat di kaki untuk mengurangi rasa panas saat tidur.