Penulis
Intisari-Online.com – Bukan kalangan di negeri kita saja yang "ngeri" bila mendengar teriakan burung gagak atau melihatnya hinggap di bubungan rumah tetangga. Kehadiran gagak identik dengan pertanda buruk, bahkan maut yang mengintai. Binatang pun bisa dianggap dapat meramal.
Adalah keluarga Hesse, yang masih punya hubungan darah dengan raja-raja Inggris dan Rusia, yang kastilnya di Darmstat, Jerman, punya banyak kisah di seputar gagak.
Tahun 1873, dua pangeran kecil bermain di salah satu kamar di kastil itu. Tiba-tiba seekor gagak hinggap di ambang jendela. Tanpa jelas musababnya, salah seorang, yaitu Pangeran Frederick, mencondongkan badan keluar jendela ... lalu terjatuh. Ia pun tewas seketika. Lima tahun kemudian gagak hitam terlihat terbang mengitari kamar anak-anak Hesse yang terserang difteri. Tak lama kemudian seorang anak perempuan tewas.
Di tahun yang sama ada lagi gagak bertandang, tak berapa lama sebelum mangkatnya Grand Duchess of Hesse, putri kedua Ratu Victoria dari Inggris, di kastil itu. Setelah tiga kejadian itu, burung-burung gagak masih sering muncul di kastil dan kabarnya selalu disusul datangnya wabah penyakit atau kematian.
Binatang lain pun tak jarang digunakan untuk meramal, misalnya anjing, kucing, kambing, biri-biri, ikan, tikus, bahkan laba-laba. Ini tercermin dalam kepercayaan kuno di Jerman, laba-laba di pagi hari akan mendatangkan penyakit dan kemalangan, namun di malam hari justru mendatangkan kesehatan dan nasib baik.
Tingkah laku binatang sebagai pertanda memang mengherankan dan sulit dibuktikan secara ilmiah. Namun binatang sering bisa meramal bencana besar berkat kepekaan indera mereka, yang dapat menangkap perubahan gejala alam.
Berdasar prinsip filsafat
Dalam seni meramal, I Ching atau Buku Perubahan yang digunakan di Cina sejak ribuan tahun lalu, masih menarik minat, bahkan masyarakat Barat di abad XX.
I Ching dapat dilakukan dengan beberapa cara. Metode klasiknya menggunakan 50 batang bambu yang secara acak dibagi menjadi beberapa tumpukan, kemudian dihitung. Langkah ini diulang beberapa kali. Angka-angka yang diperoleh dari penghitungannya akan menentukan bentuk heksagram mana yang harus dijadikan acuan ramalan, dari 64 macam yang ada, dengan pesan-pesan berbeda. Teknik modern yang populer adalah dengan melemparkan tiga koin sebanyak enam kali untuk memperoleh enam garis bagi heksagram.
Secara tradisional, I Ching digunakan untuk mendorong perenungan dan koreksi diri. Sudah tentu konsentrasi sangat penting karena pesan yang harus diartikan masih berupa kiasan. Maka kunci keberhasilan pembacaan adalah kebijaksanaan dan kedalaman si peramal dalam falsafah kuno.
Di Barat pun ada metode serupa, menggunakan "kartu tarot, yang mungkin berasal dari Mesir tahun 1200. Meski menggunakan simbol mirip kartu modern, karakter pada tarot lebih mengerikan.
Satu pak kartu tarot terdiri atas dua kelompok: arcana mayor (22 kartu bergambar hukum alam, elemen-elemen alam, sifat baik dan buruk manusia) dan arcana minor (empat set, tiap setnya terdiri atas 14 kartu).
Kemampuan meramal dengan tarot sangat pribadi sifatnya, sebagaimana seni meramal dengan bola kristal. Kepribadian, kecenderungan, dan sikap pembaca kartu berperan saat menyebarkan kartu dan mulai meramal.
--
Tulisan ini pernah dimuat di Rubrik Maya Intisari edisi Agustus 1998 dengan judul Ramalan: Intuisi atau Kebetulan?