Find Us On Social Media :

#boicottbali, Warga Australia Tidak Bisa Melihat Perang Ala Desa Tenganan Lagi

By Moh Habib Asyhad, Selasa, 17 Februari 2015 | 18:00 WIB

#boicottbali, Warga Australia Tidak Bisa Melihat Perang Ala Desa Tenganan Lagi

Intisari-Online.com - Selain tidak bisa melihat tari Kecak berlatar sunset, jika benar #boicottbali dilakukan oleh warga Australia, itu berarti mereka tidak akan bisa lagi melihat perang ala Desa Tenganan yang penuh sorak-sorai. Sebagai salah satu desa bali age (Bali mula), Desa Tenganan mempunyai budaya yang berbeda dari desa lain di seluruh Bali.

Karena itu layak untuk dikunjungi. Kalau waktunya tepat, Anda dapat melihat Perang Pandan.

Dalam daftar objek wisata Bali, Desa Tenganan termasuk yang paling populer di kalangan wisatawan. Desa ini dikenal lantaran keunikan budayanya. Wajar saja, soalnya desa ini merupakan pemukiman orang orang Bali mula atau Bali asli.

Untuk memasuki desa ini hanya ada satu pintu. Pintu tersebut berada di bagian selatan desa. Pengunjung tidak membayar tiket masuk. Tapi, di samping pintu masuk terdapat pos jaga di mana pengunjung dapat memberi sumbangan secara suka rela. Besarnya sumbangan dan nama penyumbang dicantumkan dalam buku tamu.

Begitu masuk, tampak lansekap Desa Tenganan yang mirip sebuah benteng. Bagian pinggir desa diisi deretan rumah warga. Tiap rumah memiliki satu pintu utama, angkul-angkul, yang terbuat dari bata merah. Di dalam rumah-rumah tersebut warga beraktivitas membuat dan menjual kain khas Tenganan, tenun pegeringsingan. Kain yang semula dibuat untuk keperluan upacara adat ini oleh orang luar Tenganan dipercaya dapat mengobati penyakit.

Di depan rumah warga terdapat jalan selebar 2 m yang tersusun atas batu utuh. Jalan ini memanjang dari selatan hingga utara dan berujung di pura desa. Di beberapa tempat antara deretan rumah dan jalan terdapat penjual cenderamata berupa naskah atau lukisan pewayangan pada daun lontar, lukisan cangkang telur, ukiran kayu berukuran kecil, dan Iain-lain.

Di bagian tengah terdapat empat bale besar, yaitu bale temu kaja, Bale temu tengah, bale temu kelod, dan terakhir wantilan. Selain wantilan, bentuk tiga bale ini memanjang sekitar 20 m. Ini membuat bale tersebut menjadi bale terpanjang di Bali. Areal sekitar bale biasanya menjadi tempat warga laki-laki bersantai dalam pakaian tradisional dengan bertelanjang dada.

Jika kita berkunjung pada bulan kelima dalam penanggalan Tenganan atau bulan Juni dalam penanggalan Masehi, Anda dapat menyaksikan mekare-kare (perang pandan). Perang ini diadakan sebagai penghormatan pada dewa tertinggi warga setempat, Dewa Indra.

Tradisi ini digelar di bale temu tengah. Sejak pukul 14.00 WITA, semua pemuda desa berkumpul membentuk lingkaran. Ketika tiba waktunya, di dalam kalangan, sepasang demi sepasang pemuda maju untuk saling menyabetkan daun pandan berduri berukuran panjang sekitar 15 cm dan saling menahan menggunakan perisai dari pohon ata (semacam rotan). Sasarannya punggung atau leher. Tak sedikit dari peserta perang menderita luka dan meneteskan darah dari tubuh. Tapi, setelah sekitar satu menit saling serang, mereka berpelukan. Perang Pandan memang mengandung makna perayaan persahabatan sekaligus pemujaan terhadap dewa.

I Nyoman Sadra, mantan Kepala Desa Tenganan, mengatakan ritual mekare-kare merupakan bentuk penghormatan warga setempat pada Dewa Indra, Dewa Perang dalam kepercayaan umat Hindu Bali.  Desa Tenganan memang menjadikan Dewa Indra sebagai dewa tertinggi, berbeda dengan umat Hindu di Bali lainnya yang mempercayai tiga dewa lain, yaitu Brahma, Wisnu, dan Siwa.

Desa Tenganan berjarak sekitar 60 km dari Denpasar. Dengan kendaraan pribadi objek wisata ini dapat dicapai dalam 2 jam. Kendaraan umum hanya sampai di pertigaan jalan Padangbai - Candidasa menuju Tenganan. Dari sini tidak ada kendaraan umum menuju Tenganan.