Penulis
Intisari-Online.com -Di satu sisi, Lee Kuan Yew dianggap telah mengangkat martabat Singapura di dunia internasional. Di sisi lain, Lee dianggap sebagai seorang pemimpin yang otoriter yang lebih condong ke golongan elit. Itulah Lee Kuan Yew, dipuji sekaligus ditakuti…
Lee dipuji setengah mati, tak hanya dari dalam, tapi juga luar negeri. Ia dinilai sebagai seorang tokoh kharismatik Singapura. Ia adalah Perdana Menteri pertama negara mungil itu. Ia juga memimpin Singapura ketika bergabung dengan—dan kemudian memisahkan diri—Malaysia.
Pada sebuah konferensi pers yang ia lakukan sesaat setelah “berpisah” dengan Malaysia, Lee berjanji untuk membangun Singapura sebagai negara yang multirasial dan meritokratis. Ia, yang sadar bahwa negaranya bukan negara yang kaya akan kekayaan alam, membutuhkan model ekonomi baru untuk membangun Singapura.
“Kami tidak punya apa-apa untuk ditawarkan, jadi kami harus menghasilkan sesuatu yang berbeda dan lebih baik dari apa yang negara tetangg miliki,” ujar Lee suatu ketika.
Tapi Lee juga dikenal sebagai pemimpin yang bertangan besi.
Soal gaya kepemimpinannya yang otoriter, suatu ketika pernyataan Lee pernah dikutip oleh salah satu surat kabar yang menyebut bahwa ia lebih suka ditakuti daripada disayangi oleh rakyatnya. Lee juga kerap mengeluarkan kebijakan keras guna menekan para penentangnya. Menurut Lee, semua itu ia dilakukan untuk mengontrol Singapura menjadi lebih maju.
“Siapa pun yang mengatur Singapura harus bertangan besi, atau menyerah,” ujar Lee suatu waktu di tahun 1980.
Lee juga sangat keras terhadap pers. Warisan Lee yang satu ini bahkan bertahan hingga sekarang dan menjadi Singapura masuk dalam daftar 150 negara dalam Reports Without Borders Wolrd Press Freedom Index bersama Rusia, Myanmar, Zimbabwe, dll.
Tapi itulah Lee Kuan Yew, dipuji sekaligus ditakuti…