Find Us On Social Media :

Permainan Memanggil Roh: Di Eropa Namanya Ouija

By Moh Habib Asyhad, Jumat, 3 April 2015 | 20:30 WIB

Permainan Memanggil Roh: Di Eropa Namanya Ouija

Intisari-Online.com - Tak hanya masyarakat Jawa, permainan memanggil roh di Eropa namanya ouija. Kata ouija berasal dari kata Jerman (ja) dan Perancis (oui) yang berarti ya. Ouija biasanya terbuat dari sepotong papan berukuran 18 x 12 cm, dengan susunan abjad di atasnya yang membentuk garis setengah lingkaran.

Di atas papan ini diletakkan papan kecil beroda berbentuk hati sehingga bisa menggelinding ke sana-kemari. Jika seseorang atau lebih menaruh ujung jari mereka di atasnya, hati itu akan bergerak, meski tak seorang pun mengaku mendorongnya.

Ujung hati itu pun akan menunjuk huruf satu ke huruf yang lain, membentuk kata, kalimat, bahkan cerita yang tidak pernah diduga penontonnya. Pada salah satu jenis papan ouija yang disebut planchette, dipasang sebatang pensil di ujung penunjuk hati, sedangkan di bawahnya diletakkan sehelai kertas kosong.

Sama seperti papan ouija, pensil itu akan bergerak dan menuliskan semua pesannya. Jenis lainnya, menggunakan gelas yang diletakkan terbalik di tengah lingkaran potongan-potongan kertas bertuliskan urutan abjad di atas meja. Jika di pantat gelas—yang berfungsi sebagai penunjuk—diletakkan jari-jari para pesertanya (lebih baik satu jari setiap orang), gelas itu akan bergerak dari satu abjad ke abjad lain.

Ada lagi yang memakai meja ketuk. Bila beberapa orang meletakkan jari di atas meja bulat kecil berkaki tiga, pada keadaan tertentu satu kaki meja akan mengetuk lantai. Biasanya para spiritualis menetapkan kode, untuk satu ketukan berarti ya, dua bermakna tidak yakin, dan tiga untuk tidak. Kareria itu, para peserta hanya menanyakan hal-hal yang bisa dipenuhi dengan tiga jawaban sederhana itu.

Kalaupun ingin jawaban berupa kata-kata atau kalimat, peserta bisa juga membacakan abjadnya tinggal meja ketuk akan membenarkan atau menolaknya. Pada suatu masa kegiatan itu sangat populer, bahkan tak sedikit dari kalangan elite yang gemar seperti Ratu Victoria dan Pangeran Albert. Saat itu unsur yang ingin berkomunikasi melalui cara tersebut diasumsikan sebagai roh penasaran.

Namun sekarang muncul pendapat, semua permainan itu hanya merupakan cetusan emosi dan mental seseorang yang biasanya masih berada pada alam sadar. Psikoanalisis juga menekankan bahwa seseorang dapat menyimpan memori peristiwa yang begitu menyedihkan dan menyakitkan untuk dihadapi oleh alam sadarnya. Ke sana pula perginya harapan-harapan yang tidak terpenuhi. Jadi, cara itu berfungsi untuk menghubungkan alam sadar dengan tidak sadar.

Prosedur jalan pintas itu pun dinamai automatism, karena mengekspresikan secara tidak sadar apa yang diinginkan atau diketahui. Beberapa bentuk automatism adalah medium trance, penulisan dan pengucapan otomatis, yang sesungguhnya dilakukan dalam keadaan sadar. Komunikasi melalui papan ouija, planchette, dan meja ketuk yang biasanya dilakukan oleh beberapa orang pun disebut collective automatism.

Pelaksanaan secara berkelompok ini dinilai memberikan manfaat, karena tiap peserta tidak akan merasa sebagai sumber motif. Masing-masing tidak merasa berhubungan dengan pernyataan yang disampaikan. Mereka yang berpendapat permainan itu berhubungan dengan ESP (Extra Sensory Perception) tertolong dengan penelitian psikolog Prancis Profesor Charles Richet. Seperti yang dirangkum oleh Dr. Alan Gauld dalam The Founders of Psychical Research (1968).

"Penataan pesertanya sungguh rumit. Pada sebuah meja kecil (meja pertama) dengan jajaran abjad di atasnya duduk 2 orang - A dan B.

A meletakkan jarinya di atas jarum penunjuk, sedangkan B mengamati abjad apa saja yang ditunjuk dan mencatat pesannya setiap kali mendengar dering bel. Bel itu akan berbunyi secara otomatis ketika meja kedua di kamar itu yang dikelilingi 3 orang C, D, dan E yang meletakkan tangan mereka sebagaimana dalam upacara meja ketuk. Mereka duduk demikian rupa sehingga tidak melihat apa yang dilakukan oleh A dan B. Orang keenam, F (biasanya Prof. Richet), duduk terpisah dari dua kelompok itu, berkonsentrasi pada sebuah nama (diambil secara acak dari sebuah buku referensi).

Huruf-huruf itu diucapkan keras-keras oleh B, biasanya tak lama setelah Richet mengkonsentrasikannya. Banyak yang menyimpulkan, semua itu mungkin hanya kebetulan belaka. Bagaimanapun C, D, dan E, tidak tahu apa yang mereka ucapkan, sedangkan A dan B --yang mengetahui pesannya-- tidak tahu sasarannya...”