Find Us On Social Media :

HOS Tjokroaminoto Raja Jawa Tanpa Mahkota

By Moh Habib Asyhad, Jumat, 10 April 2015 | 18:15 WIB

HOS Tjokroaminoto Raja Jawa Tanpa Mahkota

Intisari-Online.com - Tiga orang utusan SI dari Solo pada Mei 1912 bertamu ke rumah HOS Tjokroaminoto di Surabaya. Pembicaraan mendalam tentang program Serikat Islam. Pak Tjokro tertarik akan sifat kerakyatannya “mengangkat derajat rakyat agar menimbulkan kemamkmuran, kesejahteraan, dan kebesaran negeri.” Apalagi jiwa penggeraknya adalah api Islam yang menyala di dada rakyat. Kontan Pak Tjokro menyanggupi. Dan dalam waktu 2 bulan SI Surabaya beranggotakan lebih dari 2000.

Untuk pertama kalinya Pak Tjokro tampil di depan umum pada Kongres SI I di kebun raja Surabaya yang dihadiri oleh ribuan orang. Pimpinan Kongres diserahkan kepada Tjokroaminoto. Dengan tampangnya yang bregas-bregas, pandangannya yang tajam, bibirnya yang mengatubkan kemauan keras, dan keahliannya berpidato, dia adalah pemimpin rakyat yang diharapkan. Di depan ribuan rakyat itu ia berkata: “Apabila rakyat sudah bangun dari tidurnya, tidaknya ada sesuatu yang dapat menghadapi pergerakannya.”  Ini diakui oleh Belanda.Tentang Kongres Kongres SI pertama itu, Encyclopedie van Nederlands Indie menulis: 

"…Kongres SI yang pertama ini adalah sebagai suatu wahyu bagi pergaulan hidup di Hindia. Pemuka-pemuka perhimpunan sedang menempatkan dirinya di antarnya pemerintah dan anak negeri, menurunkan derajat kebesaran pemerintah untuk menetapkan kebesarannya sendiri. mereka mulai sadar akan tapi perhubungan antara mereka itu bersama.”

The Uncrowned King of Java” telah lahir, Tjokroaminoto yang pada Maret 1913 terpilih menjadi Ketua SI dalam Kongres II di Solo. Salah satu keputusan penting ialah anggota Pangreh Praja dilarang menjadi anggota SI untuk menjaga agar jiwa kerakyatan SI tidak diracuni oleh sematang kompromis.

Pak Tjokro berusaha mendapatkan kedudukan rechtspersoon bagi SI. Ini ditolah pemerintah yang takut akan bangkitnya satu gerakan rakyat yang dalam waktu singkat meluas di mana-mana. Setiap cabang SI harus minta pengakuan sendiri-sendiri. Ketua SI tak habis akal. SI diubah menjadi Central Comite Sarekat Islam. Bentuknya federatif, tetapi semangatnya tetap satu. Kongres tahun 1916 di Bandung dihadiri oleh 80 cabang SI yang mewakili 360 ribu anggota.

SI benar-benar pergerakan rakyat. Unsur nasionalisme, Islam,dan kemudian marxisme masuk ke dalamnya. Tokoh-tokoh seperti Semaoen, Darsono, Tan Malak, pernah menjadi anggota SI. Tetapi kemudian terpaksa keluar karena SI melarang keanggotaannya rangkap.  Ketiga pemuka itu, disamping menjadi anggota SI juga menjadi anggota Indische Sociaal Democratische Vereniging yang kemudian berubah menjadi PKI. Di samping disiplin partai, juga ada perbedaan asas. Asa Marxisme Leninisme dan asas Islamisme.

Birnie seorang Belanda pengusaha perkebunan. Sehabis mendengarkan pidato Tjokroaminoto dan Abdul Muis dalam Volksraad ia tertegun bertanya, “Zijn, ze werkelijk Javanen? (Benarkah mereka orang-orang Jawa?)” Bukan saja lincah dan berwibawa dalam sauara tetapi revolusioner dalam isinya. Sebab pada tahun 1918 itu Tjokroaminoto berkata dalam sidang Volksraad: “Jika pemerintah tidak hendak mengindahkan segala tuntutanitu dalam waktu 5 tahun, maka SI sendiri kelak akan melaksanakannya.” Yang dituntut adalah perubahan Volksraad menjadi perwakilah rakyat yang sebenar-benarnya. Bersama-sama Boedi Oetomo, Insulinde, ISDP, Pak Tjokro membentuk Radicale Concentratie “Penyusunan kekuatan bersama untuk memaksakan kehendaknya.” Dan ketika kehendaknya tak dipenuhi karena pemerintah kolonial tidak melaksanakan November Belofte, Pak Tjokro keluar dari Volksraad.