Penulis
Intisari-Online.com - Tragedi jatuhnya Eri Yunanto, mahasiswa Universitas Atma Jaya Yogyakarta yang terperosok ke dalam kawah Merapi memang ramai dibicarakan beberapa hari ini. Eri terjatuh saat berfoto di salah satu puncak setelah melakukan pendakian di Gunung Merapi, Sabtu (16/5/2015). Eri kemudian dilaporkan tewas saat jasadnya ditemukan oleh tim rescue.
Di hari yang sama jatuhnya Eri, pendaki tebing ternama, Dean Potter juga tewas terjatuh saat melakukan aksi terjun payung dari Taft Point dengan ketinggian 7.500 kaki di taman nasional Yosemite, California, AS. Dean Potter dilaporkan tewas bersama rekannya Graham Hunt.
Jasad Potter dan rekannya ditemukan oleh kepolisian dengan helikopter pada Minggu pagi (17/5).
Dugaan mengenai penyebab kematian Potter adalah parasut yang dikenakan gagal terkembang. Meski begitu, publik masih menunggu perkembangan terbaru atas laporan kejadian ini.
Pihak dari Taman Nasional Yosemite menyebutkan memang menerima laporan adanya orang hilang pada Sabtu malam. Kepala staf Yosemite National Park, Mike Gauthier mengonfirmasi bahwa Potter dan Hunt dilaporkan melakukan lompatan dengan parasut di hari yang sama. Olahraga ekstrim yang dilakukan Potter ini disebut BASE.
BASE jumping di taman nasional ini memang dianggap ilegal. Ini berkaitan dengan standar keamanan dari olahraga ekstrim tersebut.
Potter merupakan pendaki ternama yang bergabung di sejumlah komunitas bersama para pendaki tebing maupun atlet parasut. Potter dilaporkan telah melakukan sejumlah aksi pendakian berbahaya. Ia pernah memanjat Reticent Wall yang merupakan rute tersulit di El Capitan. Selain itu, salah satu aksinya yang terkenal adalah a memanjat Delicate Arch di Taman Nasional Arches.
Apa yang terjadi pada Eri dan Potter menunjukkan bahwa persiapan dan mengukur resiko sangatlah penting ketika ingin melakukan aksi yang ekstrim. Persiapan ini tentu saja berlaku baik kepada pemula maupun yang telah ahli dengan sejumlah pengalaman. (outsideonline.com)