Mengolah Sawit Menjadi Bioetanol

Agus Surono

Penulis

Mengolah Sawit Menjadi Bioetanol

Intisari-Online.com - Kebutuhan energi Indonesia saat ini sebagian besar masih bertumpu pada bahan bakar fosil. Minyak bumi menopang sekitar 51,66 persen, gas alam 28,57 persen, dan batubara 15,34 persen. Karena bersifat tak bisa diperbarui, maka persediaannya kian waktu semakin berkurang. Cadangan minyak bumi akan habis sekitar 12 tahun lagi, gas hanya tinggal 30 tahun dan batu bara masih bisa dimanfaatkan hingga 70 tahun ke depan. Ketergantungan terhadap bahan bakar fosil ini menjadi masalah besar dan perlu solusi yang mendesak. Salah satu langkahnya adalah memanfatkan bioetanol lignoselulosa sebagai alternatif penggantinya.

Dr. Agus Haryono, peneliti Pusat Penelitian Kimia Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (P2 Kimia-LIPI) menyatakan, pada tahun 2025 pemenuhan kebutuhan energi Indonesia diharapkan 17 persen-nya berasal dari energi baru terbarukan. “Salah satunya dengan memanfaatkan etanol sebagai alternatif, khususnya bioetanol berbasis lignoselulosa,” tandasnya.

Ia menuturkan, penggunaan etanol sebagai bahan bakar mempunyai beberapa keunggulan dibandingkan bahan bakar minyak (BBM). Misalnya, 1) kandungan oksigen yang tinggi (35 persen) sehingga bila dibakar sangat bersih; 2) ramah lingkungan karena emisi gas karbon mono-oksida lebih rendah 19-25 persen ketimbang BBM sehingga tidak memberikan kontribusi pada akumulasi karbon dioksida di atmosfer dan bersifat terbarukan; 3) angka oktan Etanol yang cukup tinggi (129) menghasilkan kestabilan proses pembakaran, karenanya daya yang diperoleh lebih stabil; 4) proses pembakaran dengan daya yang lebih sempurna akan mengurangi emisi gas karbon monoksida. “Campuran bioetanol 3 persen saja mampu menurunkan emisi karbonmonoksida menjadi hanya 1,3 persen,” imbuhnya.

Dia menjelaskan, salah satu sumber biomasa lignoselulosa non-pangan di Indonesia yang tersedia melimpah adalah Tandan Kosong Kelapa Sawit (TKKS) atau Oil Palm Empty Fruit Bunch dan pelepah kelapa sawit. Luas perkebunan Indonesia sekitar 8,4 juta hektare yang menghasilkan 21,3 juta ton minyak sawit dengan potensi TKKS 20 juta ton keadaan basah atau 10 juta ton kering. Dengan kandungan selulosa yang cukup tinggi sekitar 41-47 persen, maka satu ton TKKS berpotensi menghasilkan etanol sebanyak 150 liter dan bila dikalikan 10 juta ton tentu jumlahnya sangat besar.

Agus menambahkan, dalam upaya memanfaatkan potensi limbah sawit atau TKKS yang begitu besar, maka LIPI bekerjasama dengan KOICA dengan bantuanKorea Institute of Science and Technology(KIST) dan Changhae Energeering, Co. Ltd. melakukan penelitian dan pembangunan sebuahpilot plantproduksi bioetanol berbasis lignoselulosa di P2 Kimia LIPI, Kawasan Puspiptek Serpong Tangerang Selatan-Banten.Pilot planttersebut mampu menghasilkan etanol dengan kemurnian 99,5 persen sebanyak 10 liter per hari.