Penulis
Intisari-Online.com - Bagi Anda yang tergila-gila pada dunia otomotif, terutama mobil, yang pertama dinilai dari sebuah mobil pasti tampilan fisiknya. Performa mesin menjadi penilaian berikutnya, berbarengan dengan kenyamanan yang disuguhkan.
Bagi sebagian orang lagi, tampilan menjadi urusan belakangan; fungsi yang utama, asal tidak keluar dari anggaran. Harapan tiap orang yang tidak sama membuat para pencinta mobil melahirkan berbagai jenis mobil yang dikelas-kelaskan berdasarkan ukuran, fungsi, atau bentuknya.
Bagi yang doyan memacu adrenalin dengan menggeber mobil di medan liar, ada mobil Sport Utility Vehicle (SUV) atau mobil off-road. Buat yang doyan tampilan sporty dan tenaga mumpuni, ada jenis mobil sport. Mobil niaga cocok buat mereka yang butuh angkut barang dan keperluan niaga lainnya.
Nyatanya, proses panjang corat-coret desain mobil di atas kertas sampai akhirnya melaju di jalanan itu dimulai dari penentuan kategori mobil yang ingin dibuat. Mereka yang bertanggung jawab untuk menentukan akan seperti apa “tampang” mobil terbaru, sampai detail-detail kecil eksterior dan interior, termasuk pertimbangan keamanan dan kenyamanan, ialah tim desainer mobil.
Menentukan jiwa
Untuk menentukan mobil jenis apa yang akan dibuat, satu hal yang paling penting adalah mengetahui apa yang dibutuhkan pasar otomotif. Untuk itu, dibuatlah survei. Hasil survei juga akan menentukan perihal detail mobil tersebut. “Untuk city car, misalnya, ada segmentasi lagi. Misalnya, mau seberapa besar ukuran city car dan masuk ke kelas mana,” papar Mark Widjaja, desainer mobil PT Astra Daihatsu Motor.
Ibaratnya, survei ini untuk menentukan “jiwa” mobil ini, apakah sebagai mobil dalam kota yang bersahabat, atau mobil penggaruk lumpur yang gahar, atau juga mobil sport yang lincah. Itu tergantung kebutuhan pasar.
Setelah ditentukan, langkah berikutnya adalah styling. Pada tahap ini, dibangunlah tampilan yang menguatkan jiwa sang mobil. Bentuk muka, lampu, garis bodi, kaki-kaki, sampai detail kecil yang akan dibenamkan di mobil ditentukan di sini. “Tampilan ini juga tergantung pasar yang dituju, misalnya Indonesia, Eropa, atau Cina,” papar Mark.
Menurut Mark, orang Indonesia suka desain mobil yang mewah tapi sporty. “Orang Indonesia itu seleranya gabungan antara mobil Eropa dan Asia,” kata Mark.
Mobil Asia, Mark melanjutkan, konsep desainnya adalah garis-garis bodi yang mencolok; tajam dan dinamis. “The art of striking lines,” Mark mendefinisikan konsep itu. Sedangkan mobil Eropa lebih menonjolkan simplisitas. Mark menyebutnya, “The art of reduction; setiap detail dibuat sangat simpel, enggak banyak garis.”
Desain simpel ala Eropa bukan berarti sesimpel harganya. “Mobil Eropa itu mementingkan sense of emotion,“ terang Mark. Jadi kalau orang melihat mobil Eropa, dia bisa jatuh cinta karena tampilan dan aura yang dipancarkan. Mobil Asia, termasuk Jepang, memang dikonsep sebagai mobil low cost. “Kalau melihat mobil Asia, yang terpikir oleh orang adalah harganya berapa, irit atau tidak,” kata Mark.
Penggabungan dua konsep tadi melahirkan konsep desain kombinasi yang sesuai dengan lifestyle orang Indonesia. “Mobil yang mengedepankan simplisitas, namun tetap mementingkan garis yang mencolok,” Mark menjelaskan. Dia beranggapan, kalau terlalu simpel mobil akan terlihat murahan. “Beda dengan mobil Eropa; garis-garisnya simpel tapi high-cost, sehingga detail-detail mewah banyak ditambahkan,” kata Mark.
Mark menegaskan, hal itu bukan berarti orang Indonesia tidak menyukai konsep mobil yang murni Eropa. Faktanya, banyak orang Indonesia yang menjadi penggemar mobil Eropa. “Tidak ada hukum baku kecocokan desain Eropa dijual di Indonesia atau mobil Indonesia dijual di Eropa. Indonesia ini tidak punya sejarah dalam dunia otomotif, terutama desain. Pure Indonesian taste sebenarnya tidak ada,” kata Mark.
Dalam proses ini, ada langkah yang disebut maru batsu, dari bahasa Jepang. Maru berarti lingkaran dan batsu berarti tanda silang. “Dari data yang sudah ada, dicari yang baik dan tidak baik dari sebuah konsep desain mobil,” kata Mark.
Pengembangan dan penyempurnaan
Ketika konsep sudah matang, maka digelarlah kompetisi desain mobil yang terdiri dari beberapa desainer dari berbagai negara atau rumah desain. Tiap tim akan membangun mobil sesuai interpretasi masing-masing. Desainer menuangkan segala imajinasi dan kreativitasnya ke dalam rancangan mobil tersebut. “Desain mobil juga dipengaruhi taste dan kepribadian desainer sendiri,” kata Mark.
Di kasus mobil Ayla dan Agya yang juga merupakan hasil kreasi Mark, saat itu Daihatsu membuat dua metode kompetisi desain, yaitu internal dan eksklusif. “Internal di dalam Daihatsu sendiri, eksklusif karena mengundang rumah desain dari Eropa. Peserta kompetesi datang dari Jepang, Prancis, Italia, dan Indonesia."
Di tahap ini, dibuatlah sketsa mobil. Selain corat-coret di kertas dan membuat rancangan tiga dimensi-nya, desainer juga membuat model mobil berukuran sebenarnya. Hanya saja, model mobil ini terbuat dari plastisin (clay). Mobil konsep masing-masing tim kemudian dinilai. Selain panel juri dari kalangan internal produsen mobil, juga dilakukan survei ke calon pembeli potensial yang jumlahnya tidak kurang dari 300 orang yang dikerjakan oleh outsource, untuk menghindari kecurangan. Mark mengungkapkan, saat kompetisi desain Ayla dan Agya, tim Indonesia yang jadi juara.
Setelah mendapatkan desain juara, tahap berikutnya adalah finalisasi. Di tahap ini, tim desainer melakukan banyak penyempurnaan dari desain yang sudah ada, tanpa melenceng dari napas yang ingin diembuskan sebagai jiwa sang kuda besi. Penyempurnaan bisa mencakup eksterior dan eksterior. “Finalisasi juga termasuk penyesuaian biaya,” kata Mark.
Saat proses finalisasi Ayla, Mark mengisahkan, ada sedikit perubahan pada desain lampu depan. “Yang tadinya panjang kita kecilin. Panjang sebenarnya bisa, tapi cost-nya lebih besar. Maka ukuran diperkecil, tapi kualitas tetap,” kisah Mark.
Komponen lain seperti fasilitas pendinginan, bentuk grill, dan aerodinamika juga disempurnakan. “Ada inovasi di engine hood Ayla dan Agya, ada lengkungan yang membuat angin tidak bertabrakan dengan kaca depan, melainkan langsung mengalir ke atap,” kata Mark. Berkat inovasi itu, koefisien hambatan Ayla dan Agya mempunyai nilai tinggi, yaitu 0,32.
Napas yang diembuskan Mark untuk Ayla dan Agya ciptaannya adalah konsep city car yang matang. “Ayla dan Agya punya kepribadian yang agak beda dibandingkan city car lain. Dia enggak kelihatan cute; lebih serius dan dinamis. Permainan garis di bodi tidak banyak,” Mark mendeskripsikan.
Konsep desain mobil di atas kertas sampai menjadi mobil yang melaju di jalanan adalah integrasi yang yang sinergis antara desainer, bagian marketing, keuangan, dan bagian engineering. “Tiap lini kerja mempunyai kebutuhan masing-masing, dan semua terwujud dalam mobil tersebut,” kata Mark.
Pihak marketing mempunyai kebutuhan untuk tetap mempertahankan kekuatan branding perusahaan di tiap produk. Pihak keuangan menentukan pembagian biaya untuk kebutuhan estetika, engineer, ergonomi, marketing, dan pihak lain yang terlibat. Sedangankan bagian engineering harus bekerja beriringan dengan desainer untuk menghasilkan produk yang seimbang antara tampilan dan fungsi.
Dalam menciptakan mobil, inspirasi bisa datang dari mana saja. Seperti Mark yang memang sudah hobi menggambar mobil sejak umur lima tahun, inspirasi mencakup lifestyle, passion, hobi, musik favorit, dan sebagainya.
Seperti mobil konsep ciptaannya yang dinamakan Daihatsu A-Concept. “A Concept ini adalah hasil studi yang menjawab konsep city car paling keren di Indonesia,” kata Mark. Bisa disebut, A-Concept ini adalah masterpiece Mark, “Karena mobil ini menunjukkan kepribadian dan taste saya pribadi; Sense of volume, sense of aerodinamic, sense of modernity,” pungkas Mark.