Petisi Online, Saluran Baru Partisipasi Warga

Rusman Nurjaman

Penulis

Petisi Online, Saluran Baru Partisipasi Warga

Intisari-Online.com - Semua orang pasti tahu kasus Daming Nasution yang gagal jadi hakim agung gara-gara pernyataan kontroversialnya. Namun hanya sedikit orang yang tahu bahwa kegagalannya itu sebagian dikarenakan tekanan publik yang dilakukan lewat petisi online (daring). Ya, gerakan di ranah maya itulah yang secara resmi menuntut Komisi III menggagalkan Daming jadi hakim Agung.

Yang menarik, petisi itu mulanya tidak datang dari aktivis HAM, kalangan intelektual, atau politisi yang selama ini terkenal vokal. Melainkan dari Melanie Subono, yang lebih dikenal sebagai penyanyi atau presenter. Lebih tidak lazim lagi, petisi itu justru dilakukan di ranah maya, yaitu lewat change.org, sebuah laman petisi daring. Setelah menembus lebih dari 11.000 penanda tangan, tak satu pun anggota Komisi III DPR memilih Daming sebagai Hakim Agung.

Medio Oktober tahun 2012 silam, Anita Wahid, salah seorang putri almarhum Gus Dur, juga melakukan langkah serupa. Kali ini petisi tersebut menanggapi perseteruan KPK dan Polri yang kian meruncing. Terlebih, seiring terungkapnya kasus korupsi pengadaan simulator SIM di tubuh Kepolisian. Lewat petisi itu ia menuntut Presiden RI untuk menyerahkan penanganan kasus korupsi Polri ke KPK. Ia juga menuntut agar pelemahan KPK dihentikan.

Maka, tak kurang dari 15.000 orang menandatangani petisi ini. Bahkan, buntut dari petisi ini sempat menyulut aksi unjuk rasa besar-besaran. Hasilnya, lewat sebuah konferensi pers Presiden SBY mengeluarkan pernyataan bahwa kasus korupsi simulator SIM harus diserahkan ke KPK.

Belakangan, selain dua petisi tersebut masih banyak petisi daring lain yang juga mewarnai berbagai protes publik. Sebut saja, misalnya, tuntutan pemberhentian Bupati Garut (Aceng Fikri), penghapusan sekolah RSBI, dan tuntutan perbaikan infrastruktur jalan di wilayah Tangerang Selatan.

Munculnya petisi daring ini mencerminkan gerakan di dunia maya yang kian kuat dan berdampak nyata. Namun, pemanfaatan media sosial untuk mengadvokasi isu-isu sosial sebenarnya bukan barang baru. Tahun 2009, misalnya, pernah muncul gerakan sejuta Facebooker mendukug KPK ketika pemimpinnya ditangkap polisi. Atau ketika masyarakat memperlihatkan dukungan secara daring untuk Prita.

Usman Hamid (42), Direktur Kampanye change.org, menuturkan, hampir seluruh metode yang digunakan kedua gerakan di dunia maya itu kurang lebih sama. Mereka memulai kampanye sosial di dalam ranah maya. Gerakan ini lalu menjadi semacam spiral. Kekuatannya menjadi berlipat ganda. “Ini terjadi dengan cara ‘gethok tular’,” kata Usman yang mendirikan change.org Indonesia sejak Mei tahun 2012 bersama temannya, Arief Azis. Satu orang bercerita pada temannya, temannya bercerita pada keluarganya, dan seterusnya, hingga figur publik yang aktif dalam media sosial.

Peran petisi daring lewat media sosial ini sebenarnya mirip gerakan kontrol sosial yang tradisional. “Hanya bedanya, kita sekarang seperti memiliki senjata baru, yang bisa secara cepat membuat petisi kita sampai kepada target,” tambah Usman.