Find Us On Social Media :

Nyawa Bayi Diselamatkan Printer 3D

By J.B. Satrio Nugroho, Selasa, 2 Juli 2013 | 06:00 WIB

Nyawa Bayi Diselamatkan Printer 3D

Intisari-Online.com - Ketika April dan Bryan Gionfriddo membawa pulang bayi mereka yang baru saja dilahirkan, Kaiba, pada Oktober 2011, bayi berjenis kelamin pria ini terlihat seperti bayi sehat pada umumnya. Namun pada suatu malam, ketika keluarga ini pergi makan malam, Kaiba tiba-tiba berhenti bernapas dan kulitnya berubah menjadi kebiruan. Bryan, sang ayah kemudian membaringkan Kaiba yang baru berusia enam minggu ini di atas meja restoran dan berusaha memompa jantungnya dengan menekan dada Kaiba. Tak lama berselang, Kaiba dilarikan ke rumah sakit.

Setelah 10 hari, Kaiba diizinkan pulang. Namun dua hari kemudian kejadian itu berulang. Kaiba menjadi kebiruan dan tidak bisa bernapas. Dokter kemudian menyadari bahwa Kaiba menderita penyakit langka yang dinamakan tracheobronchomalacia. Penderita penyakit ini mempunyai saluran pernapasan yang lemah, sehingga kadang justru menyumbat aliran oksigen ke paru-paru.

Kasus Kaiba ini termasuk parah, dan jantungnya bisa berhenti berdetak setiap hari. Bahkan setelah operasi pemasangan selang di saluran trakea, Kaiba masih sering tercekat tidak bisa bernapas secara tiba-tiba.

"Kami ketakukan,” kata Gionfriddo. “Sepertinya Kaiba tidak bisa meninggalkan rumah sakit.”

Para peneliti di University of Michigan akhirnya turun tangan membantu keluarga ini. Dengan bantuan teknologi printer 3D, mereka mendesain dan membuat saluran yang berukuran presisi dengan organ saluran pernapasan Kaiba. Pipa itu akan membuat saluran pernapasan Kaiba tetap terbuka, sehingga bisa bernapas.

“Segera setelah pipa itu dipasang, paru-paru Kaiba mulai berdetak stabil. Dan saat itu juga kami berpikir, usaha ini berhasil,” kata Dr. Glenn Green, professor pediatric otolaryngology di universitas tersebut.

Biasanya, saluran udara untuk dicangkokkan ke tubuh manusia ini dibuat dengan tangan. Kelemahannya tentu saja di masalah waktu pengerjaan dan ukurannya yang tidak presisi. Menurut Prof. Green, kasus Kaiba ini adalah pertama kalinya teknologi printer 3D digunakan dalam urusan medis, untuk menyelamatkan nyawa manusia.

Pertama dan berhasil

Selama bertahun-tahun, Prof. Green menginginkan tindakan medis yang lebih baik untuk penderita tracheobronchomalacia. Itulah salah satu alasan dia untuk mengaplikasikan teknologi pencetak tiga dimensi (3D). Awalnya dia ingin menguji klinis hasil cetakan pencetak 3D ini untuk manusia. Maka ketika dia mendengar kasus kaiba, dia menawarkan tindakan ini untuk menyelamatkan nyawa bocah malang ini. Orangtua Kaiba setuju, apalagi, karena Badan Pengawasan Obat dan Makanan setempat sudah menyatakan bahwa peralatan pencetak 3D ini lulus uji.

Untuk membuat saluran buatan itu, para dokter membuat gambar presisi dari trakea dan bronkus Kaiba dengan alat CT scan. Kemudian, dengan menggunakan modelling komputer, mereka membentuk saluran tersebut kemudian dicetak dengan mesin pencetak 3D.

Saluran buatan ini dibuat dengan material yang disebut policaprolactone, dan akan hancur dalam waktu tiga tahun. Selama waktu itu, diprediksi saluran pernapasan Kaiba sudah berkembang dan mengeras, sehingga pipa bantuan itu sudah tidak dibutuhkan.

Saluran pernapasan buatan untuk Kaiba yang dibuat dengan printer 3D (

Sebuah pipa yang dicangkokkan di tubuh Kaiba dibuat dalam waktu sekitar 24 jam dengan biaya sekitar sepertiga harga pipa buatan tangan, demikian Green menjelaskan.

Scott Hollister, profesor bidang rekayasa biomedis di Universitas tersebut menyebutkan, para peneliti juga sedang bekerja membuat peralatan medis yang akan bekerja untuk rekonstruksi gangguan telinga, hidung, dan tulang. Teknologi 3D dikombinasikan dengan teknologi sel punca dari lemak atau tulang. Hal itu supaya terbentuk lapisan hidup di konstruksi yang ditanamkan di tubuh. Cara ini sudah dicobakan di model binatang dan berhasil. (livescience.com)