Penulis
Sekarang ini sudah lumrah anak remaja, bahkan usia SD, memiliki account Facebook. Sebuah survei bahkan menyebutkan 9 dari 10 anak dari keluarga menengah ke atas memiliki account! Baik atau burukkah Facebook bagi mereka?Adalah Larry Rosen, peneliti soal-soal media sosial di California State University, yang tergelitik untuk mengetahui jawaban pertanyaan tadi. Untuk itu ia melakukan penelitian berbasiskan komputer terhadap lebih dari 1.000 remaja perkotaan. Survei meliputi pertanyaan soal komputer, penggunaan Internet dan jejaring sosial, penggunaan perangkat mobile pengakses Internet, dan layanan ponsel seperti SMS, dikaitkan dengan faktor kesehatan mental pada anak-anak yang disebut "generasi i" ini.Hasilnya, ada sisi baik dan juga sisi buruk!Mari kita tengok sisi baiknya dulu. Bagi anak pemalu, jejaring sosial macam Facebook amat membantunya mengungkapkan perasaan dan uneg-unegnya dibanding berbicara langsung. Facebook dan jejaring sosial lain ternyata juga mampu menghadirkan hubungan sosial yang menyehatkan, sebuah langkah penting pada usia remaja.
Jejaring sosial pun dapat mengajari anak remaja untuk berempati, atau kemampuan untuk memahami perasaan orang lain. Memang, empati dan pemahaman itu sebatas digital. Akan tetapi Rosen menemukan bahwa meski dalam tataran digital, ternyata sifat baik tadi bisa meluber dalam dunia nyata.
Lalu apa sisi negatifnya? Ternyata jejaring sosial meningkatkan kadar narsis, meningkatkan agresivitas, dan sifat-sifat yang berkaitan dengan kesehatan mental seperti skizofrenia dan depresi. Masalahnya, survei itu tidak mengungkapkan mana yang duluan muncul, apakah persoalan mental atau karena ber-Facebook. Bisa jadi mereka yang narsis sudah dari sononya memang narsis. Atau yang depresi karena memang awalnya sudah mengalami tanda-tanda depresi itu.Hasil negatif lain terungkap bahwa jejaring sosial online dapat mengurangi kualitas dan pengetahuan remaja.Rosen memperhatikan bahwa anak-anak yang sering ber-Facebook di komputer mereka memiliki retensi yang rendah terhadap apa yang mereka baca. Penelitian lain menunjukkan hasil yang sama dalam hal SMS.
Ada saran yang bisa didengar oleh para orangtua. "Jika Anda memantau secara diam-diam jejaring sosial anak Anda, itu hanya buang-buang waktu. Percayalah, anak Anda akan menemukan solusinya dalam beberapa menit. Lebih baik Anda berbicara soal teknologi yang sesuai dengan umur mereka dan bangunlah rasa saling percaya sehingga ketika ada persoalan, entah mereka diganggu oleh teman atau melihat gambar yang tak sesuai, mereka akan bicara dengan Anda."Sementara untuk para remaja, Rosen memberi saran untuk mengecek pesan-pesan dan pemberitahuan setelah 15 menit belajar. Cuma jangan lama-lama. Cukup dua menit saja. Niscaya prestasi akademik tidak akan terganggu. (Sumber: Livescience)