Selamat Ulang Tahun Intisari *)

Agus Surono

Penulis

Selamat Ulang Tahun Intisari *)

Di Indonesia tak banyak surat kabar yang bisa berumur panjang. Saat ini hanya beberapa koran yang melewati usia 40 tahun. Berkaitan dengan ulang tahunIntisarike-40 pada bulan ini, saya berupaya memaparkan cerita beberapa surat kabar tua itu.Arnold Mononutu adalah nasionalis Indonesia Bagian Timur yang pro Republik Indonesia di zaman perjuangan kemerdekaan. Ia juga teman Bung Hatta semasa mahasiswa di Negeri Belanda tahun 1920-an. Ketika Presiden Soekarno melarang terbit surat kabarPedoman,Indonesia Raya, danAbadi, Januari 1961, tokoh yang akrab dipanggil Om No ini berkomentar di depan saya, "Koran-koran yang dibredel itu koran perjuangan zaman revolusi. Nilai sejarahnya dilenyapkan begitu saja. Tanda kita sebagai bangsa tidak tahu menghargai sejarah kita sendiri."Dengan datangnya Orde Baru, ketiga koran itu terbit kembali. Namun, tidak lama. Pada Peristiwa Malari, Januari 1974, pemerintahan Soeharto memberangus mereka kembali. Om No yang mantan Menteri Penerangan RI dalam Kabinet Wilopo (1952 – 1954) itu kembali berkomentar, "Matematika koran-koran itu menunjukkan pemerintah tidak mempunyaisense of history, nalar sejarah. Di India ada koran berusia lebih dari seabad, sepertiThe Hindudi Madras danTimes of Indiadi Bombay. Di India, tradisi dipertahankan dan warisan sejarah dihormati. Sedangkan di negeri kita hal itu dianggap enteng dan tidak penting. Bila pemerintah tidak senang terhadap koran yang beroposisi, ya langsung dicabut izin terbitnya. Bagaimana kita mau berkembang jadi dewasa sebagai bangsa?"Di Amerika Serikat, KoranNew York Timesyang pertama terbit tahun 1851 kini berusia 152 tahun. Di Indonesia mustahil ada koran setua itu. Jika dihitung sejak proklamasi kemerdekaan pada tahun 1945, ada beberapa koran saja yang bisa disebutkan. Kebanyakan sudah mati.Didukungintellectual communityKoran yang terhitung panjang usia misalnyaKedaulatan Rakyat(KR) di Yogyakarta. Kini usianya lebih dari 40 tahun. KR didirikan tanggal 27 September 2003. Perintisnya, H. Samawi (1913 – 1984) dan M. Wonohito (1912 – 1984). Pada 1945 – 1946 KR dipimpin oleh Soemantoro sebagai pemimpin redaksi (pemred). Ketika itu dia kerap mendampingi Ibrahim Tan Malaka yang tengah menggalang Persatuan Perjuangan sebagai oposisi terhadap kabinet Sjahrir yang melaksanakan kebijakan diplomasi dan perjuangan dalam menghadapi Belanda. Soemantoro pula yang membawa Tan Malaka ke Solo untuk berbicara di konferensi pembentukan Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) pada 9 Februari 1946.Setelah Wonohito, mantan mahasiswa Sekolah Hukum Tinggi (RHS) di Batavia memegang kendali redaksi, KR menjadi koran yang mendukung pemerintah dan bersikap moderat. Karena itu, KR selamat melalui badai politik.KR adalah contohcommunity paperyang terbatas pada Daerah Istimewa Yogyakarta. Ia juga mendapat dukunganintellectual communityseperti dari Universitas Gadjah Mada. Kini dalam jajaran pimpinannya terdapat putra almarhum Wonohito, Dr. H. Soemadi M. Wonohito, SH sebagai direktur utama, Dr. Ir. Sapuan Gafar sebagai direktur keuangan, dan Drs. Oka Kusumayudha sebagai pemred. Kabarnya, tiras KR mencapai 60.000 eksemplar tiap hari. Kini KR juga menerbitkan media cetak lain yang berada di bawah payung grup KR sepertiMinggu Pagi, dan lain-lain.Tak jauh dari Yogyakarta, tepatnya di Semarang ada HarianSuara Merdeka. Pada awal 1950 koran ini dipimpin oleh Hetami, mahasiswadrop outdari Faculteit Letteren en Wijsbegeerta Batavia. Di zaman Jepang Hetami bersama Gadis Rasid bekerja pada HarianSinar Baroeyang pemrednya Parada Harahap.Hetami bukan penulis yang menarik dan jenaka seperti Wonohito dalam kolom profilnya diMinggu Pagi. Kekuatan Hetami terletak pada keterampilannya menulis tajuk berita yang "catching" dan serta merta menangkap perhatian pembaca. Ia teliti menyunting berita luar negeri yang pada waktu itu harus didengar dan dimonitor sendiri dari pesawat radio. Ia suka berita atau tulisan pendek, bernas, dan mudah dipahami.Lay out Suara Merdekadibuatnya khas, tidak sama dengan penampilan koran lain. Berkat kepemimpinannya,Suara Merdekaberkembang pesat,survivedi tengahpartijpolitiekzaman Orde Lama.Setelah Hetami meninggal, ia digantikan oleh menantunya, Ir. Santoso. Santoso kemudian menjelma menjadi manajer nomor wahid dan membawaSuara Merdekake tingkat sukses. Praktis, koran itu dominan di Provinsi Jawa Tengah.Santoso juga menerbitkan media cetak lain yang berada di bawah naunganSuara Merdeka, seperti Harian SoreWawasan.Waspada-Pedoman RakyatDi Sumatera Utara juga ada harian tua lainnya, yaituWaspada. Koran ini lahir 11 Januari 1947 dan dipimpin oleh Mohammad Said. Suatu kali Said bercerita, "Ketika itu, Januari 1947, penduduk Kota Medan berjumlah 300.000 orang. Keadaan sangat sepi karena banyak penduduk yang telah mengungsi.De factoKota Medan saat itu diperintah oleh Belanda, menyusul timbang terima dari tentara Inggris. Di jalan-jalan hanya terlihat orang Tionghoa. Mereka dilindungi Belanda dan Poh An Tui."Berkali-kaliWaspadadibredel Belanda, sehingga koran ini hidup senin-kemis. Mohammad Said dan istrinya, Ani Idrus, adalah wartawan yang dikenal dan akrab dengan masyarakat Sumatera Timur. Maka, ketikaWaspadaterbit kembali setelah dibredel, penjualan ecerannya laris di Pasar Kesawan. Suatu hal yang unik, HarianWaspadamempunyai banyak pembaca di Provinsi Aceh.Setelah Mohammad Said mengundurkan diri di tahun 1969, Ani Idrus mengambil alih pimpinanWaspada. Said tutup usia tahun 1995, Ani menyusul empat tahun kemudian. Kini,Waspadadikelola oleh putra-putri Mohammad Said-Ani Idrus.Di Sulawesi Selatan juga terdapat harian berumur lebih dari 40 tahun. Namanya,Pedoman Rakyat. Harian ini terbit di Makassar. Mulanya dipimpin oleh Henk Rondonuwu, Menteri Penerangan dalam pemerintah Negara Indonesia Timur (NIT). Namun, kemudian diambil alih oleh L.E. Manuhua. Meskipun muncul di zaman Federal, surat kabar ini berorientasi pada Republik yang dipimpin oleh Soekarno-Hatta.Ketika tahun 1987 diadakan Karya Latihan Wartawan (KLW-PWI) di Makassar, posisiPedoman Rakyatdi masyarakat Sulawesi Selatan dikaji oleh para peserta. Sebuah riset juga telah dilakukan oleh Prof. Abdul Muis, SH, guru besar di Universitas Hasanuddin. Salah satu hasil temuannya adalah minat baca rakyat Sulawesi Selatan pada umumnya kurang. Ada petani yang mampu membeli pesawat televisi yang dinyalakan menggunakan aki. Di desa-desa terdapat lemari es, tetapi karena tidak ada aliran listrik, alat penyimpan bahan makanan berpendingin ini tidak bisa difungsikan. Akibatnya,refrigeratoritu dipakai untuk menyimpan baju. Sementara, tidak terpikirkan oleh mereka untuk membaca surat kabar sepertiPedoman Rakyat. Koran ini sampai sekarang masih ada, tetapi Manuhua sudah sakit-sakitan.Pedoman Rakyatterus begitu saja.Tua semuSelain surat kabar yang benar-benar berusia lebih dari 40 tahun, ada pula harian yang telah berusia lebih dari 40 tahun meski tidak sesungguhnya. KoranMerdeka, misalnya. Koran ini terbit pertama kali 1 Oktober 1945. B.M. Diah jadi pemimpin umum/pemimpin redaksi, sedangkan redaktur pelaksananya Rosihan Anwar. Keduanya pada akhir 1946 berpisah karena konflik soal kepemilikan surat kabar itu. Diah mengklaimMerdekamilik pribadinya. Rosihan Anwar melawan dengan menyatakan,Merdekamilik bersama wartawan dan karyawan.Akhirnya, Rosihan mendirikanPedomanyang mencapai posisi bagus pada dasawarsa 1950-an. Diah mengoperasikanMerdeka. Lalu, dia bekerja sama dengan Dahlan Iskan, bos grupJawa Posuntuk mengelola HarianMerdeka. Pecah kongsi toh terjadi kembali.Merdekaberubah nama menjadiRakyat Merdekadan kepemilikannya dikuasai sepenuhnya olehJawa Pos.Merdekayang dahulu koran keluarga, sudah almarhum. Jadi, tak bisa lagi dicatat sebagai koran berusia lebih dari 40 tahun.Koran lain yang tua semu ialahPikiran Rakyat(PR) di Bandung. Pada awal 1950 koran ini dipimpin oleh wartawan A.Z. Palindih dan Djamal Ali. Koran ini pun sempat menghadapi kesulitan internal. Antara pimpinan dan wartawan timbul ketidakharmonisan. Dari kalangan eksternal, datang tekanan golongan komunis.Serangan Partai Komunis Indonesia (PKI) begitu gencar, sehingga PR harus mencari perlindungan pada Kodam Siliwangi. Caranya, dengan mengganti nama untuk sementara waktu dan berafiliasi dengan tentara. Akhirnya, Sakti Alamsyah bersama beberapa rekannya seperti Atang Ruswita mendirikanPikiran Rakyatgaya baru yang berkembang menjadi surat kabar terkemuka di Jawa Barat.Setelah Atang Ruswita mengambil alih manajemen PR dari Sakti Alamsyah yang tutup usia, maka harian ini berkembang baik sekali. Kini grup PR memiliki media cetak di berbagai kota di Jawa Barat. Namun, dihitung dari saat PR gaya baru terbit, usianya belum mencapai 40 tahun.*) Tulisan dari Rosihan Anwar ini dibuat dalam rangka menyambut 40 tahun majalah Intisari tahun 2003.