Ebook, Semua Orang Bisa Menerbitkan Buku

Agus Surono

Penulis

Ebook, Semua Orang Bisa Menerbitkan Buku

Intisari-Online.com - Generasi Y yang akrab dengan dunia digital sepertinya menjadi pintu masuk untuk membanjirnya buku digital di masa datang. Karena sifat Internet yang terbuka, dan banyak penyedia media simpan gratisan di Internet, maka siapa pun bisa menerbitkan e-book. Atau menaruh e-book itu di situs penjual buku digital. Seperti yang dilakukanJohn Locke, seorang agen asuransi. Baru-baru ini ia berhasil membuat heboh lantaran menerbitkan sendiri 10 novelnya dalam format e-book dan berhasil menjual lebih dari sejuta kopi dalam waktu lima bulan saja. Lalu ada pula Amanda Hocking, gadis 26 tahun dari Austin, Texas,yang telah menulis sembilan novel e-book bergenre urban legend. Karyanya telah laris 900 ribu kopi sejak diterbitkan di pelbagai situs web sejak April 2010. Kesuksesan John dan Amanda, tentu tidak lepas dari Amazon (www.amazon.com). Situs belanja online nomor satu dunia. Kalau belanja barang sehari-hari lewat internet sudah menjadi kebiasaan, maka kini buku tinggal menanti giliran.Menerbitkan buku secara tradisional bagi penulis tak terkenal memang tidak mudah. Belum soal distribusi agar buku menjangkau ke pembaca. "Betapapun kita berpromosi lewat Facebook, Twitter, blog, review ... semua tidak bekerja,” ujar John pahit. Dari pengalaman itu ia mencoba menerbitkannya dalam bentuk e-book melalui Amazon Kindle. Sistemnya bagi hasil, 35% dari setiap buku yang terjual. Hasilnya ternyata luar biasa. Satu hal yang tidak diperkirakan John, juga oleh Amazon. Selama ini sebenarnya sudah ada beberapa penulis di Kindle yang mencapai penjualan lebih dari 1 juta kopi, seperti Michael Conelly, Stieg Larsson, James Patterson, Nora Roberts, Charlaine Harris, Lee Child, Suzanne Collins, and Michael Connelly. Namun mereka semua disponsori oleh penerbit. John berbeda karena menerbitkan bukunya sendiri. Salah satu kiat John adalah jual murah. Novel-novelnya yang berisi sekitar 50.000 kata dibanderol AS$ 0,99 (sekitar Rp 7.000,-). Tentu ini fenomena menarik, sebab harga e-book rata-rata sekitar AS$ 10. Jurus lainnya, John memajang cewek-cewek seksi di sampul e-book-nya dengan membayar desainer khusus. Bukunya pun rajin dikomunikasikan lewat situs jejaring sosial dengan target yang tajam.

Pengalaman John bergulat dalam pemasaran iyu dituangkannya dalam e-book berjudulHow I Sold 1 Million E-books in 5 Months! Dasar hoki atau orang Jawa bilang sedang gendhong bejo,buku ini pun kembali menjadi best seller.Kesuksesan John di dunia maya ternyata membuat jalan ke dunia nyata menjadi lempang.Agustus 2011 John telah menandatangani perjanjian dengan Simon & Schuster. Salah satu penerbit besar di AS itu menyatakan bahwa John akan tetap mengontrol penjualan dan pembelian versi e-book dari novel-novelnya. Sementara Amanda menyerahkan sepenuhnya hak penerbitan dan pendistribusian serial Water Song pada St. Martin Press. Nilai kontrak serial empat novel yang akan diluncurkan awal 2012 ini mencapai AS $ 2 juta!Apa boleh buat, e-book tidak akan terbendung. Akhir 2010 Amazon mengumumkan bahwa penjualan novel-novel via Kindle telah mengalahkan angka penjualan buku-buku di dunia nyata. Guardian, salah satu koran berpengaruh di Inggris, menulis bahwa saat ini jika orang menemukan buku yang menarik di toko buku, mereka akan membuat “mental note” untuk mencari buku-buku itu di internet. CEO Amazon, Jef Bezos, mengatakan, “Revolusi ini lebih cepat dari yang kita perkirakan.” Hanya saja, di Indonesia perkembangan e-bookmerangkak pelan. Mizan, penerbit yang mengklaim mengeluarkan e-book pertama kali di Indonesia pada 2008 lalu tak banyak menyediakan koleksi e-book dalam situs web-nya. Nulisbuku.com, sebuah layanan online self-publishing di Tanah Air, sebenarnya juga relatif siap untuk menjadi sarana bagi penerbitan e-book, terutama bagi penulis-penulis yang selama ini sulit masuk ke jalur penerbitan tradisional. Saat ini sedang dijajaki pembuatan semacam perpustakaan digital dari koleksi yang telah diterbitkan di iPad. Hanya saja saat ini fokusnya masih di layanan pesanan cetak (print on demand).

“Di Indonesia, buku yang printed itu masih lama (usianya). Minimal masih 10 tahun lagi,” kata Aulia Halimatussadiah, penulis yang dikenal dengan nama pena Ollie, yang juga menjadi salah satu pendiri Nulisbuku.com. Kita memang belum terbiasa membeli buku di internet. Tapi 10 tahun lagi, mungkin akan menjadi hal yang lazim. Atau mungkin lebih cepat?Siapkah Anda untuk memulai?(Intisari November 2011)