Find Us On Social Media :

Paspor Dulu Berupa Cincin

By Nur Resti Agtadwimawanti, Jumat, 10 Februari 2012 | 18:00 WIB

Paspor Dulu Berupa Cincin

Intisari-Online.com - Sejak beberapa dekade terakhir ini transportasi udara berkembang cepat sehingga perjalanan ke luar negeri, yang dulu jauh di angan-angan, kini menjadi biasa dilakukan. Tujuannya pun bermacam-macam, perjalanan dinas, menempuh pendidikan, atau sekadar kunjungan wisata keluarga yang sering dilakukan pada liburan sekolah anak.

Namun, selain visa, untuk bisa masuk ke suatu negara diperlukan paspor. Ditilik dari namanya, paspor (passport) dibuat untuk memudahkan perjalanan orang agar selamat melewati (pass) pelabuhan (port), entah laut atau udara. Rupanya fungsi paspor sudah berumur tua. Diduga telah ada sejak masa peradaban purba. Dalam Alkitab, keberadaan cikal bakal paspor tersirat dalam bentuk cincin, yakni cincin stempel penguasa yang menjamin keamanan perjalanan pemegangnya. Begitu juga para Firaun dari Mesir yang membekali utusan mereka dengan semacam stempel oval bertuliskan nama kebesaran mereka dalam huruf hieroglif.

Paspor tertulis pertama ternyata sudah muncul dua abad SM, berupa "Surat Kepercayaan" bagi orang yang melakukan perjalanan mewakili raja. Penguasa Romawi, Kaisar Agustus, pun melengkapi filsuf Potamon dengan surat sejenis untuk menjamin keamanan perjalanannya. Kurang lebih isinya, "Siapa saja, entah di daratan atau lautan yang berani-berani mengganggu Potamon, boleh siap-siap berhadapan langsung dengan Kaisar."

Canute, Raja Inggris keturunan Denmark, dari abad XI tercatat sebagai raja pertama yang mengeluarkan "paspor" berupa dokumen bagi rakyatnya yang ingin berziarah ke makam St. Petrus dan St. Paulus di Roma. Meski diungkapkan dalam jargon-jargon agama, yang diutamakan selalu agar si pembaca surat, "... sudi, demi kasih Tuhan dan St. Petrus, bermurah hati memberikan tumpangan, bantuan, penyuluhan, dan ketenangan pada pembawa surat ini -mengusahakannya bisa keluar-masuk dan tinggal di wilayah ini dengan bebas sehingga ia selamat pulang kembali. Semoga imbalan yang pantas akan dilimpahkan kepada Anda di Akhir Zaman oleh Dia yang hidup dan memerintah selamanya."

Tampaknya, teks paspor yang kita kenal pada abad XX pun bernada sama meski dengan kalimat yang lebih umum. Misalnya, tertera dalam paspor warga negara Indonesia, "Pemerintah Republik Indonesia memohon kepada semua pihak yang berkepentingan untuk mengizinkan kepada pemegang paspor ini berlalu secara leluasa dan memberi bantuan dan perlindungan kepadanya."

Pada 1215, dari salah satu klausul dalam Magna Carta tampaklah paspor sudah umum diterapkan di Inggris. Buktinya, klausul itu menyebutkan, orang dengan kriteria khusus bisa meninggalkan negeri tanpa dokumen. Kesimpulannya, khalayak umum harus dilengkapi paspor. Di Inggris, sampai pemerintahan Charles II, paspor masih ditandatangani sendiri oleh raja. Namun, lambat laut sampai PD I (kecuali masa pergolakan), paspor umumnya tidak diperlukan lagi untuk melakukan perjalanan ke luar negeri. Fungsinya pun terbatas hanya dalam menentukan identitas dan kebangsaan orang. Para "koboi" Texas menyetarakannya dengan pistol, "Tidak terlalu sering dibutuhkan, tapi pada saat tertentu, mati-matian kita membutuhkannya."

Semuanya berubah pada 1914 ketika paspor menjadi syarat wajib untuk melakukan perjalanan ke luar negeri. Malahan, pada tahun yang sama, paspor versi Inggris telah memuat foto pemegang di dalamnya. Seusai PD I tahun 1918, paspor ternyata tetap bertahan sebagai dokumen. Setelah berabad-abad hanya berupa lembaran kertas tipis yang kadang-kadang masih berbekas lubang perforasi di sisi atas dan bawahnya, pada 1921, Liga Bangsa-bangsa memperkenalkan dokumen seragam yang digunakan oleh semua negara. Cincin kuno itu kini berubah menjadi buku kecil setebal kurang lebih 32 halaman. (Intisari)