Penulis
Intisari-Online.com - Dalam otobiografi Out of Afica, Isak Dinesen menceritakan reaksi masyarakat Suku Kikuyu saat melihat tulisan untuk pertama kali. "Pesan yang mula-mula dicemooh - saat diberitakan secara lisan - serta-merta dianggap sebagai kebenaran begitu dikabarkan ulang dalam bentuk tulisan."
Sepanjang sejarah peradaban manusia, tulisan adalah media komunikasi yang paling lambat perkembangannya. Sebagai gambaran, sudah 100.000 tahun manusia berkomunikasi menggunakan media suara, isyarat, gambar, atau karya seni, sementara tradisi menulis "baru" dikenal selama 5.500 tahun.
Ada dua jalur perkembangan tulisan. Sistem tulisan dari Barat berkembang dari tulisan Sumeria dan jalur perkembangan yang bermata air dari tulisan Cina. Namun, sistem tulisan tertua tetap tulisan Sumeria. Arkeolog Denise Schmandt-Besserat, dengan mengembangkan hipotesis Pierre Amiet dari Louvre, menunjukkan evolusinya, bermula dari pemakaian keping sebagai alat pembukuan sederhana hingga muncul "buku" dari lempeng berisi naskah grafis berupa morfem bahasa tutur Sumeria.
Begini kisahnya. Di salah satu wilayah Mesopotamia (kini selatan Irak) pernah ditemukan banyak sekali benda mungil tanah liat, sebagian besar dari masa 3500 SM (saat mulai dibangunnya kota-kota di sana). Benda-benda mungil tersebut berbentuk serupa guci, serta mirip aneka binatang yang tersimpan dalam amplop tanah. Yang menarik, pada amplop tanah terkadang ditemukan simbol yang sama dengan bentuk lempeng tanah liat di dalamnya. Lalu, simbol-simbol ini ternyata juga mirip dengan simbol-simbol yang tertera pada lempeng Sumeria dari masa 3100 SM. Tak ayal lagi, orang pun menyimpulkan, Sumeria telah mengenal bahasa tertulis dengan sistem logografi yang terdiri atas kurang lebih 1.200 karakter yang mewakili angka, nama, dan pelbagai jenis benda seperti kain atau nama hewan.
Bahasa Sumeria ditiru oleh bangsa Akkadia pada 3000 SM yang berperan besar dalam mengembangkan fonografinya (penggunaan tanda untuk mewakili bunyi, bukan makna, seperti pada logografi). Masyarakat Suriah dan Babilon yang menggunakan bahasa Akkadia juga banyak meninggalkan dokumen tertulis dalam huruf baji atau cuneiform dari Sumeria ini. Tahap akhir evolusi terjadi saat dikembangkannya sistem alfabet.
Diduga "nenek moyang" segala jenis sistem alfabet adalah alfabet masyarakat Funisia di pesisir Libanon modern (kurang lebih 3000 SM). Alfabet ini kemudian dikembangkan oleh orang Yunani, diikuti orang Romawi dengan bahasa Latinnya, sampai terbentuk sistem alfabet modern yang menekankan pada analisis dan sintesis. Alfabet modern dari Barat ini dinilai mampu mentranskripsikan bahasa lisan. Ini berbeda dengan penggunaan huruf gambar atau ideografik yang menuntut kemampuan memori yang kuat, seperti pada tulisan Cina.
Sistem tulisan Cina dinilai sebagai tulisan kuno paling abadi karena bentuk hurufnya hampir tak berubah selama 40 abad. Bentuk karakter tertuanya dari masa Dinasti Shang (XVIII-XII SM), yang kemudian mengalami perkembangan hingga menjadi bentuk serupa sekarang. Pada 1400 SM sistem tulisan Cina memiliki 2.500-3.000 karakter, yang tetap bisa dibaca hingga sekarang. Tulisan paling tua masih jelas-jelas mewakili maknanya. Untuk "lelaki", hurufnya serupa gambar orang berdiri, sedangkan "perempuan" digambarkan orang berlutut, mewakili jenis pekerjaan rumah tangga.
Agar mudah dibaca, tulisan Cina ditranskripsi ke alfabet latin tahun 1958. Perubahan lainnya adalah menyederhanakan karakter dengan mengurangi jumlah garis. Selama Dinasti Han (206 SM-220) kebudayaan Cina mulai merambah masuk ke Jepang. Tak heran bila tulisan Jepang terpengaruh sistem tulisan Cina. Selain Jepang, bahasa Korea dipengaruhi juga oleh sistem tulisan Cina. Tulisan pun dituangkan di atas berbagai media "aneh" untuk berbagai tujuan. Ada ramalan tertera pada kulit dalam tempurung kura-kura darat dalam huruf Cina dari abad XIV SM, batang emas Jepang, dan sepotong papirus pada sol sepatu dari Mesir Kuno berizi nazar huruf hiroglif yang berbunyi, "Semoga musuhmu terinjak sandalmu." (Intisari)