Find Us On Social Media :

Penciuman Rendah, Risiko Depresi Tinggi

By Nur Resti Agtadwimawanti, Kamis, 29 Maret 2012 | 05:00 WIB

Penciuman Rendah, Risiko Depresi Tinggi

Intisari-Online.com - Anda mungkin merasa bahwa Anda memiliki penciuman yang tajam. Misalnya ketika sedang berdesakan di kereta api, bisa jadi Anda mencium bau tak sedap dari penumpang lainnya. Atau, bau sampah yang ada di sekitar rumah.Penelitian baru yang dilakukan di University of Dresden menemukan bahwa orang yang lahir tanpa ketajaman indera penciuman merasa lebih tak aman secara sosial dan mengalami peningkatan risiko depresi. Sementara itu, sekitar satu dari lima orang mengalami masalah dengan indra penciuman dan hanya satu dari 5.000 dilahirkan tidak punya indra penciuman yang normal.Rebecca Cagle (52) dari Tennessee, AS, adalah salah satu penderita tersebut. Ia mengaku mengalami kesulitan untuk berhubungan dengan orang lain tanpa bisa berbagi pengalaman atas indra penciumannya. "Orang akan bertanya apakah aku menyukai bau parfum mereka atau bertanya apakah aku bisa mencium bau sesuatu yang mereka cium. Dan aku tidak bisa berbincang-bincang tentang hal itu dengan mereka," katanya kepada ABC News.Tim peneliti bertanya pada 32 orang dewasa yang punya kondisi sama - dikenal sebagai anosmia - tentang kehidupan mereka sehari-hari, dari hubungan sosial hingga makanan. Dalam jurnal terbuka PLoS ONE, para ilmuwan menyatakan 'adanya laporan mengkhawatirkan terkait bau badan, masalah dalam interaksi dengan orang lain, dan kecenderungan menghindari makan dengan orang lain'. Para peserta menyatakan hal yang paling sulit adalah berinteraksi dengan rekan atau kenalan.Orang dengan anosmia tercatat merasa ditinggalkan dari aktivitas berbagi pengalaman yang menyenangkan. Para peneliti mengatakan, "Isyarat penciuman mampu memberikan informasi sosial tentang orang lain." Para peserta dengan anosmia juga lebih mungkin mengalami gejala depresi. Dalam tim yang dipimpin oleh Ilona Croy ini, memang belum diketahui apa yang menyebabkan hal tersebut. Namun, mereka mengatakan bahwa ada penelitian lain yang menjelaskan dua kondisi ini dipengaruhi oleh jaringan otak yang sama. (dailymail.co.uk)