Penulis
Intisari-Online.com - Cara bicaranya cepat namun rapi. Penjelasannya yang terlontar pun runut dan mudah dipahami. Mengenakan batik kesukaannya, Hokky Situngkir, pemuda kelahiran Siantar, Sumatra Utara itu bercerita dan menjelaskan tentang kesederhanaan kompleksitas dan karya Bandung Fe di dunia ilmu pengetahuan.
Tak banyak yang menyangka kalau pemuda lulusan ITB ini telah menghasilkan ratusan karya ilmiah dan jurnal baik nasional dan internasional. Nama Hokky semakin dikenal setelah menerima hadiah khusus dalam acara Achmad Bakrie Award sebagai ilmuwan muda berprestasi.
Awalnya, Hokky menjelaskan bahwa Bandung Fe Institute atau BFI terinspirasi dari Santa Fe Institute yang ada di Santa Fe, Amerika Serikat. Ide ini tercetus ketika ia dan teman-temannya masih menjadi mahasiswa teknik elektro di Institut Teknologi Bandung (ITB).
Lulusan teknik elektro ini mengaku gemar berdiskusi dan adu argumentasi dengan rekan-rekannya. Salah satu bahasan pentingnya terjadi pada Mei tahun 1998, saat rezim Orde Baru dan Soeharto jatuh. Hokky bersama rekan-rekannya saat itu mendiskusikan solusi terbaik masalah bangsa saat itu. Mereka menyimpulkan bahwa ideologi tak lagi relevan untuk memecahkan masalah nasional. Menurutnya ilmu pengetahuan adalah alat paling relevan untuk memecahkan masalah negara. Ilmu pengetahuan bernama kompleksitas.
Apa itu kompleksitas? “Kompleksitas adalah kehidupan,” ujarnya. Ia menjelaskan bahwa kompleksitas adalah sistem yang elemen-elemen penyusunnya saling bertalian satu sama lain. “Bila kita melihat susunan itu dari atas, maka akan terlihat rumit, kompleks.”
Interaksi manusia misalnya, adalah contoh dari hubungan yang sederhana. Namun ketika ia menjadi organisasi atau pemikiran kolektif, ia berubah menjadi sesuatu yang kompleks. Manusia itu kompleks, tapi penyusunnya seperti neuron-neuron dan molekul-molekul sebetulnya sangat sederhana.
Kompleksitas menurut Hokky berusaha memberikan jalan keluar terhadap sebuah masalah dengan cara melihat keterkaitan antara unsur yang satu dengan lainnya. Berbeda dengan metodologi yang diajarkan oleh sistem pendidikan zaman ini, ketika sebuah masalah berusaha dideskripsikan dan dipecahkan oleh satu bidang ilmu saja. Kompleksitas mendeskripsikan masalah dan mencari bidang-bidang ilmu yang terkait dengan masalah tersebut.
Nyatanya, beberapa bidang ilmu yang sepertinya tak berhubungan justru memberi sumbangsih besar. Tingkah laku mengapa burung untuk terbang berkelompok misalnya, justru dipecahkan oleh seorang ahli komputer bernama Craig Reynolds, dan bukan ahli biologi. Jadi menurut Hokky, sebuah fenomena atau masalah bukan lagi monopoli satu disiplin ilmu saja. Ada banyak disiplin bisa menjelaskan sebuah masalah dan fenomena.
Bertemu dalam komputasi
Di BFI banyak ilmu saling bertemu. Hokky menyebutnya sebagai interdisiplin ilmu. Sebuah masalah dikaji, didefinisikan, dan ilmu yang terkait diikutsertakan. Tentu saja tak semua peneliti di BFI mengerti dan mempelajari seluruh ilmu. Oleh karenanya mereka memilih jalan mempelajari literatur atau berdiskusi dengan pakar dari disiplin ilmu yang berhubungan.
Data-data yang berhubungan dengan sebuah fenomena dikumpulkan menjadi satu. Kemudian, setelah semuanya terkumpul, pemrogram BFI akan membuat sebuah peranti lunak yang dapat digunakan untuk menyimulasikan fenomena atau masalah tersebut. Peranti lunak yang digunakan Hokky dan rekan-rekan biasanya didasarkan pada hukum-hukum fisika. Peranti lunak untuk melihat gerak harga saham misalnya, dibuat berdasarkan peranti lunak untuk melihat pola geometri pada batik. “Hanya saja dibuat untuk melihat pola dua dimensi dan bukan tiga dimensi,” jelas Hokky.
Pertemuan antar-ilmu dalam ruang komputasi fisika memang terlihat sangat unik. Namun peranti lunak yang dibuat oleh Hokky dan rekan-rekan peneliti BFI terbukti berjalan dan sangat berguna. Seperti peranti lunak yang mereka ciptakan untuk memantau kegiatan pasar modal Jakarta. Peranti lunak tersebut melihat struktur korelatif antara individu ke individu lainnya dan memetakannya struktur molekul kaca. Sebuah model fisika mikro untuk jaringan antarindividu. Betul-betul kompleks!
Beberapa penelitian yang dilakukan BFI juga digunakan untuk memantau gejala-gejala awal suatu bencana seperti gempa. Mereka namakan ini sebagai deteksi prekursor. “Tidak memprediksi, karena kita dilarang membuat prediksi dalam fisika,” ujar Hokky.
Selain memantau gejala ke depan, Hokky dan rekan-rekannya di BFI saat ini sedang berusaha untuk membuat penelitian sejarah. “Seperti arkeologi, sekarang ini kami sedang melakukan pemetaan struktur pemerintahan tradisional Indonesia,” ujarnya. Pemetaan struktur tradisional ini dianggapnya menarik. Pasalnya, selama ini penjelasan tentang struktur pemerintahan dan kerajaan tradisional di Indonesia tidak pernah dibahas secara mendalam. “Kalau pun ada, pasti hanya sebatas narasi saja,” lanjut Hokky.
Dari penelitian itu, Hokky berharap dapat menemukan fakta-fakta baru dibalik hilangnya sebuah kerajaan tradisional dan perubahan struktur yang terjadi seiring berubahnya zaman.