Penulis
Intisari-Online.com - Untuk anak usia 6 tahun, instruksi langsung bisa jadi salah satu cara mendidik yang paling kuat. Setidaknya, itulah penelitian terbaru tentang bagaimana anak-anak belajar tentang prasangka, seperti dilansir dari sciencedaily.com. Para ilmuwan menemukan bahwa anak-anak yang menginjak usia 10 tahun akan mulai lebih mengandalkan pengalaman mereka sendiri daripada apa yang orang katakan kepada mereka. Tapi, sekali lagi, untuk anak-anak yang lebih muda, instruksi akan mengalahkan pengalaman.
"Anak-anak kecil seperti haus akan informasi. Mereka bersemangat mencari informasi untuk membantu pemetaan dunia sosial mereka," tulis Sonia Kang dan Michael Inzlicht dari University of Toronto di Personality and Social Psychology Bulletin. Dalam dua penelitian yang menyelidiki bagaimana anak-anak belajar tentang penolakan, mereka menemukan bahwa instruksi eksternal dan pengalaman memainkan peran yang berbeda dalam membentuk karakter anak-anak.
Penelitian sebelumnya telah menunjukkan bahwa pada usia antara 3 dan 6 tahun, anak-anak belajar dan mulai menerapkan stereotip, serta dapat mengenali diskriminasi dengan jelas. Namun, pada usia antara 6 dan 10 tahun mereka menjadi sadar akan stereotip orang lain dan mampu merasakan diskriminasi halus pada usia 10 tahun. Penelitian baru mencari "pemahaman yang lebih dalam bagaimana anak-anak belajar bahwa mereka sendiri mungkin merupakan sasaran diskriminasi" oleh anggota kelompok lain.
Kang dan Inzlicht merekrut sekitar 300 murid kelas satu, tiga, dan lima SD dari beragam etnis di Toronto, Kanada. Para peneliti membuat dua kelompok secara acak, The Reds dan The Blues. Mereka kemudian memberikan peluang bagi kelompok merah untuk mempelajari tentang kelompok biru (The Blues) baik melalui instruksi, pengalaman, atau keduanya.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa, "Harapan anak-anak yang lebih muda tentang prasangka akan dibentuk oleh keyakinan yang dikomunikasikan kepada mereka oleh orang dewasa," kata Kang. "Harapan yang diberikan pada anak usia dini cenderung akan membentuk pondasi keyakinannya tentang stigmatisasi di kemudian hari."
Kang dan Inzlicht menunjukkan bahwa studi ini menunjukkan adanya kekuatan instruksi dengan pesan yang disampaikan satu kali. Instruksi oleh orangtua, saudara, atau guru yang memiliki hubungan dekat dan adanya kesempatan mengulang pesan akan menghasilkan kekuatan yang lebih.
Guru dan orangtua harus lebih fokus mengajar anak-anak tentang unsur-unsur positif dari kesetaraan dan keragaman. Ini untuk menghindari sisi negatif diskriminasi. "Meskipun penting untuk membekali anak dengan kemampuan untuk mengenali diskriminasi, kita tidak ingin mereka menutup diri dari kemungkinan hubungan yang positif dengan anggota kelompok yang berbeda dari mereka sendiri."
Pada saat yang sama, penelitian ini menunjukkan bahwa anak-anak yang lebih tua akan cenderung dipengaruhi oleh pengalaman mereka sendiri, sehingga tidak cukup bagi kita untuk memberikan informasi tentang kesetaraan dan keragaman kepada mereka. "Kita perlu membantu menciptakan situasi dan lingkungan yang menumbuhkan pengalaman positif antara anak-anak dari semua latar belakang."