Menangkal Amukan Dewa Zeus

Jeffrey Satria

Penulis

Menangkal Amukan Dewa Zeus

Intisari-Online.com - Konon, kala Zeus sedang tak suka hati, langit bergemuruh dan berubah gelap. Dari singgasananya, raja para dewa itu akan melontarkan petirnya. Sambarannya membuat manusia bergidik takut. Namun, di zaman digital ini, bukan manusia saja, tetapi gadget di rumah Anda juga harus waspada terhadap sambaran petir sang dewa.

Petir bukanlah hal baru terutama bagi masyarakat Indonesia. Guiness Book of Records mencatat, Indonesia memiliki frekuensi petir terbanyak di dunia. Bogor misalnya. Kota hujan ini pernah mengalami hari guruh – hari ketika petir menyambar-nyambar – sebanyak 322 kali dalam setahun (1988).

Depok, kota di selatan Jakarta ini, juga terkenal dengan petirnya yang dahsyat. Tahun 2002, Dr. Ir. Dipl. Ing. Reynaldo Zoro, ahli proteksi petir ITB, menemukan bahwa kekuatan arus petir negatif dan positif di Depok bisa mencapai 379,2 kA dan 441 kA! Bayangkan bila sebuah petir memiliki tegangan 100 juta volt, maka daya yang dihasilkan bisa mencapai 40 terawatt (terawatt = 1012 watt)! Daya sebesar itu bisa menyalakan sekitar 670 juta lampu pijar selama 1 jam! Wuih...

Petir memang mudah dijumpai di Indonesia. Pasalnya, prasyarat terjadinya petir berlimpah di negara maritim ini.

Proteksi luar-dalam

Bagi Anda yang memiliki rumah di daerah berfrekuensi petir tinggi, ada baiknya memasang sistem proteksi petir. Sistem proteksi ini dapat menghindarkan Anda dari berbagai resiko, seperti kebakaran, kerusakan bangunan, dan induksi elektromagnetis yang dapat menghancurkan alat elektronik.

Sistem proteksi tersebut bisa bertipe eksternal, bisa pula internal. Keduanya mempunyai fungsi berbeda. Yang eksternal menangkal sambaran petir langsung dan menyalurkan arus serta muatan petir itu menuju Bumi (grounding). Sedangkan yang internal akan memotong tegangan surge (paku) yang berasal dari induksi elektromagnetis sambaran petir tak langsung.

Sistem proteksi petir eksternal menggunakan sebuah air terminal yang ditancapkan di atas gedung atau bangunan. Ada dua tipe air terminal yang umum dipakai, yakni pasif (konvensional) dan aktif. Air terminal pasif biasanya berbentuk tombak atau pasak sederhana dari tembaga atau kuningan sepuh. Sifat air terminal pasif tidak menarik petir, sehingga radius tangkapnya pun hanya 3-4 m. Oleh karenanya air terminal jenis ini perlu dipasang di beberapa titik.

Berbeda dengan yang aktif. Air terminal tipe ini akan secara aktif menarik atau memancing ion-ion yang ada di awan petir. Sudah tentu, karena air terminal aktif memiliki radius tangkap lebih besar dengan jalur grounding minimal dibandingkan dengan yang pasif. Untuk air terminal aktif, Sentot Juliandu, pemilik PT. Denata Persada, perusahaan pemasang penangkal petir eksternal, menganjurkan agar memasangan air terminal 4 m dari ketinggian tertinggi bangunan

Jangan lupakan pula medium penghantar arus. Untuk menghantarkan arus sambaran dengan aman, diperlukan pula kabel-kabel yang cukup baik. Sentot menyarankan untuk menggunakan kabel NYA (kabel dengan inti tunggal, berlapis PVC) atau NYY (kabel dengan 3-4 inti, berlapis PVC dan lebih kuat) berdiameter 1,6 cm. Kedua jenis kabel ini memang umum digunakan karena bersifat lentur dan memiliki isolator atau pembungkus tembaga, sehingga lebih aman. Demi keamanan lebih lanjut, kabel-kabel tersebut juga bisa dimasukkan dalam pipa paralon agar terhindar dari gigitan binatang. “Beberapa tempat bahkan menggunakan kabel coaxial untuk menghindari lompatan api,” ujar Sentot.

Sedangkan untuk grounding-nya dapat digunakan dua cara. Bagi yang menggunakan lebih dari satu air terminal (biasanya konvensional), arus listrik disalurkan menggunakan prinsip Sangkar Faraday. Kabel penghantar ditempatkan di luar struktur bangunan dan arus listrik akan dialirkan menuju beberapa tempat di tanah. Prinsip ini dapat diterapkan juga pada rangka baja, pertulangan beton, dan kerangka alumunium.

Sedangkan cara grounding kedua menggunakan prinsip jalur kabel tunggal atau franklin cone. Dengan menggunakan hanya satu jalur kabel, arus listrik langsung dialirkan menuju tanah. Grounding ini lebih simpel dibandingkan prinsip Sangkar Faraday, dan banyak digunakan untuk air terminal yang aktif.

Arus yang mengalir dari sambaran petir akan bermuara pada pasak atau batang elektroda yang ditanam di dalam tanah. Menanam batang pasak juga tak boleh sembarangan. Tingkat kedalamannya bergantung pada tingkat resistensi tanah. Standar resistensi tanah yang diinginkan biasanya kurang dari 5 Ohm. Pemasang sistem proteksi akan terus menggali sampai memperoleh tingkat resistensi yang sesuai. Bila tidak juga ditemukan, maka pemasang akan menyiasati dengan membuat grounding paralel.

Menyelamatkan gadget dari amukan Zeus

Meski penting untuk menghindari kerusakan langsung, sistem proteksi eksternal tidak selalu dibutuhkan oleh bangunan. Menurut Zoro, sebelum memasang sistem proteksi eksternal, sebaiknya dilakukan survei lokasi. Pasalnya parameter petir di setiap di Indonesia berbeda-beda. “Petir di tiap-tiap tempat berbeda gelombang dan kekuatannya. Di Riau dengan di Jawa beda,” ujar pria 62 tahun itu.

Rumah atau bangunan yang berada di tengah-tengah gedung-gedung tinggi, menurut Zoro, tak memerlukan penangkal petir eksternal. Sebaliknya, ia sangat menyarankan agar setiap rumah dan bangunan, baik itu pabrik atau kantor, untuk memasang surge arrester. Surge arrester atau surge protector, berguna untuk memotong tegangan surge (surja atau paku) yang masuk melalui induksi sambaran petir tak langsung.

Surge arrester akan membelokkan tegangan surge yang masuk dengan menggunakan metal oxyde varistor (MOV). MOV bekerja dengan cara mirip kapasitor nonpolar tanpa menyimpan muatan listrik. Tegangan surge yang masuk itu akan dibelokkan dan dibuang menuju grounding melalui salah satu katupnya. Oleh karena itu, surge arrester biasa dipasang di panel listrik utama, atau di sebelah meter daya listrik dari PLN (di rumah).

Kalau satu surge arrester dirasakan belum cukup, dapat dipasang surge arrester tambahan di alat-alat elektronik penting seperti komputer, TV, dan lainnya. Ada pula stop kontak yang sudah dilengkapi dengan surge arrester. Jadi tak perlu repot memasangnya.

Zoro menyarankan untuk memantau jumlah penggunaan surge arrester ini, karena umurnya hanya 20 kali pemakaian. Setelah itu, ya mesti diganti dengan yang baru.

Surge arrester sudah merupakan keharusan di tiap rumah. “Daripada harus membeli perangkat elektronik baru ‘kan?” ujar pria yang bercita-cita menjadi pembicara handal itu. Dengan makin banyaknya surge arrester beredar di pasaran, harganya pun mulai bersaing.

Seperti kata Zoro, bukankah lebih baik mencegah daripada menanggulangi?