Penulis
Intisari-Online.com -Nanang, dari Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala (BP3) Serang, Banten, sekaligus koordinator juru pelihara di Gunung Padang menceritakan, asal nama Gunung Padang berasal dari Nagara Siang Padang. Padang bahasa Sunda, yang berarti terang, atau cahaya. Masyarakat setempat menghubungkan nama Gunung Padang dengan Jabal Nur di Arab Saudi. Artinya sama, yaitu gunung yang bercahaya. “Jabal Nur itu ciptaan Yang Mahakuasa. Gunung Padang juga sama, ciptaan Yang Mahakuasa. Karena berbagai penelitian dari dulu belum bisa menjelaskan batu Situs Gunung Padang itu berasal dari mana, sumbernya dari mana, yang membuat siapa, sejak kapan,” jelas Nanang.
Nanang melanjutkan, cerita turun temurun yang dipercaya warga, punden berundak dengan teras-teras tersebut mengandung makna yang sangat dalam. “Di teras pertama ada yang namanya Eyang Pembuka Lawang. Ada dua menhir besar yang sayangnya sekarang tinggal satu yang masih berdiri tegak. Secara filosofis, sebagai simbol membuka dan mempersiapkan hati sebelum memasuki areal pemujaan tersebut.
Kemudian ada yang namanya Gunung Masigit/Masjid. Di situ terdapat dua menhir yang miring, seperti orang bersujud. Arah sujudnya mengarah ke Gunung Gede.
Di Teras II, ada yang disebut Mahkuta Dunia. Menurut Nanang, banyak orang yang salah persepsi. Orang bersemedi dan tirakat di tempat tersebut untuk meminta sesuatu, kekayaan misalnya. “Sebetulnya bukan seperti itu, Mahkuta Dunia itu sebenarnya simbol kehormatan dunia. Artinya, buat apa kita punya kekayaan berlimpah kalau tidak didasari dengan zakat. Karena di dekat Mahkuta Dunia itu ada batu yang dinamakan Batu Lumbung, simbol sikap saling berbagi.
Di Teras III, ada batu yang dinamakan Telapak Kujang. Kujang itu senjata pusaka masyarakat Sunda. Menurut Nanang, Batu itu tepat berada di sentral Situs Gunung Padang. “Dulu berdiri, cuma sekarang sudah rubuh,” jelasnya. Nanang menjelaskan, Kujang berasal dari “ku ujang”, bahasa Sunda, yang artinya “oleh kamu”. “Artinya, makna-makna yang ada di Gunung Padang itu harus dipegang teguh olehmu,”
Tingkat keempat, ada Batu Gendong, simbol kekuatan. Banyak orang yang berpikir bahwa jika berhasil mengangkat Batu Gendong tersebut, maka doanya akan terkabul. “Itu pemahaman yang salah. Kenapa Batu Gendong tersebut ada di Teras IV? Artinya, silakan Anda melanjutkan perjalanan ke tingkat kelima atau tingkat yang tertinggi, asal mampu dulu mencapai tingkat-tingkat sebelumnya,” papar Nanang.
Makanya, di tingkat kelima itu ada singgasana raja. “Warga mempercayai itu singgasana Prabu Siliwangi,” kata Nanang. Fungsi utama di Teras V itu adalah tempat istirahat, tempat berhening, karena sudah berhasil melalui tingkatan satu sampai lima.
Nanang melanjutkan kisahnya. Mengenai orientasi situs Gunung Padang yang mengarah ke Gunung Gede, dengan makna spiritual yang dalam, Nanang menjelaskan, karena tempat itu adalah tempat peribadatan dan berkumpul manusia pada masa lalu, Gunung Gede itu mungkin semacam “kiblat” pada zaman dahulu. “Tapi kini, bagi umat muslim kiblatnya tetap Ka’abah,” lanjut Nanang.
Gunug Padang adalah kearifan mulia yang sudah seharusnya dipelihara, menjadi monumen abadi peradaban manusia Nusantara yang agung. Di tengah keheningan dan kemisteriusan Gunung Padang yang menanti dikuak, ada pelajaran hidup yang tak ternilai harganya dari bukit cahaya ini.