Find Us On Social Media :

Empat Fakta Soal Sunat

By Ade Sulaeman, Rabu, 29 Agustus 2012 | 11:00 WIB

Empat Fakta Soal Sunat

Intisari-Online.com- Sunat masih menjadi kontroversi karena meski memiliki manfaat, beberapa pihak menilainya terlalu menyakitkan untuk dilakukan. Di balik itu, ada empat fakta tentang sunat yang belum diketahui banyak orang.

Sebuah data disampaikan oleh American Academy of Pediatrics (AAP) tentang manfaat medis sunat. Hal ini menambah “seru” perdebatan tentang praktik sunat. Pihak yang pro, seperti AAP menyatakan bahwa sunat dapat memberikan berbagai manfaat medis seperti, berdasarkan hasil penelitian, mampu menurunkan risiko seseorang tertular penyakit kelamin. HIV, herpes di alat kelamin, human papillomavirus dan sifilis adalah contohnya. Sedangkan yang kontra menyatakan bahwa manfaat sunat tidak sebanding dengan rasa sakit yang dialami saat proses sunat.

Di luar kontroversi tersebut, faktanya praktik sunat sudah dilakukan sejak lama, apalagi terkait dengan agama dan budaya. Di Indonesia sendiri yang mayoritas penduduknya beragama muslim, sunat tidak lagi menjadi hal yang asing. Hanya saja, beberapa fakta berikut ini mungkin belum diketahui oleh banyak orang.

  1. Dulu sunat dianggap mampu mengobati kelumpuhan.

    Pada akhir tahun 1800-an, para dokter menganggap sunat mampu mengobati berbagai penyakit, termasuk kelumpuhan. Nah, ternyata anggapan tersebut berdasarkan kisah seorang anak lima tahun yang mengalami kelumpuhan namun dapat sembuh dalam waktu kurang dari dua minggu setelah disunat. Para dokter saat ini menilai hal ini mungkin terjadi karena anak tersebut mengalami phimosis (kulup yang terjebak di atas kepala penis) yang membuatnya “fisik dan sarafnya melemah.”

  2. Kulup lebih kompleks dari yang dibayangkan.

    Kulup bukan sekadar kulit. Di dalamnya terdapat membran mukosa, seperti yang ada di balik kelopak mata atau di balik rongga mulut. Fakta ini jugalah yang membuat kulup, secara medis, harus disunat. Dalam kondisi lingkungan yang lembab, kulup dapat memungkinkan terjadinya penularan penyakit infeksi kelamin, seperti HIV.

  3. Bukti praktik sunat yang pertama kali tercatat terjadi di Mesir.

    Sejauh catatan sejarah yang diketahui, tanah Firaun-lah yang menjadi perintis praktik sunat, kira-kira sekitar tahun 2400 Sebelum Masehi. Hal ini berdasarkan relief yang di tanah pemakaman kuno Saqqara. Relief ini menggambarkan serangkaian adegan medis, termasuk di dalamnya praktik sunat yang menggunakan pisau batu sebagai alat pemotongnya.

  4. Sunat menjadi simbol status seseorang.

    Peningkatan proses kelahiran di rumah sakit dan promosi sunat sebagai salah satu praktik “kebersihan” juga meningkatkan prosedur pelayanan di Rumah Sakit. Sayangnya ini menjadi simbol status juga karena pada akhirnya hanya mereka yang “kaya” saja yang mampu melahirkan anaknya di rumah sakit. Sunat pun akhirnya dianggap sebagai pilihan orangtua agar anaknya terlihat “normal” karena menjadi lebih “bersih”. (LiveScience)