Find Us On Social Media :

Dentuman Drum untuk Kegembiraan

By Nur Resti Agtadwimawanti, Kamis, 27 September 2012 | 16:12 WIB

Dentuman Drum untuk Kegembiraan

Intisari-Online.com - Beduk yang dipukul dengan irama tertentu memang bikin semarak malam takbiran. Bunyi beduk dihasilkan dari getaran pada tarikan selaput (membran). Karena itu ia diklasifikasikan sebagai membranofon. Ada pula yang memasukkannya dalam kategori perkusi kulit, sekelompok dengan gendang, rebana, tambur, tifa, dan lain-lain. Untuk mudahnya, kemudian perkusi kulit disebut sebagai drum.

Ada begitu banyak jenis drum tradisional, karena budaya yang berbeda menciptakan bentuk dan bahan drum yang berbeda pula. Ada yang jangkung, gemuk, bersisi satu atau dua, misalnya, tabla dan dholak dari India, atau taiko dari Jepang. Alat musik yang biasanya dipukul (dengan tangan atau stik) itu, ada yang berbunyi khas justru bila diusap, namanya friction drum. Ada pula yang begitu dangkal "tubuh"-nya sehingga tidak dapat bertindak sebagai resonator suara, disebut frame drum. Misalnya, tamborin.

Frame drum dimainkan orang di Timur Tengah kuno (khususnya kaum wanita), Yunani, dan Roma. Selanjutnya menyebar ke Eropa Tengah. Bentuknya beragam. Mulai bulat, segi delapan, bujur sangkar, dan sebagainya. Terkadang ditambah senar atau kerincingan di pinggir. Ada pula rattle drum khas India dan Tibet, yakni drum dua sisi dengan biji digantung di kanan-kiri.

Bagaimana kisah lahirnya drum? Manusia di peradaban awal memiliki kebiasaan memukul-mukul benda sekitarnya untuk mengekspresikan kegembiraan, misalnya saat berhasil menangkap binatang buruan. Dalam ekskavasi di berbagai wilayah di dunia ditemukan drum tertua dari masa neolitikum. Misalnya, yang di Moravia diduga dari 6000 SM. Bentuknya amat sederhana. Berupa sepotong batang kayu berongga yang ujungnya ditutup kulit reptil atau ikan. Alat itu dibunyikan dengan cara ditepuk.

Pada masa peradaban berikutnya, muncul drum kayu dengan kulit binatang. Stik pukul pun mulai dipakai. Ini ditunjukkan oleh artefak dari Mesir kuno (4000 SM). Tahun 3000 SM dikenal frame drum raksasa di kalangan bangsa Sumeria kuno dan Mesopotamia. Selanjutnya, drum "menggelinding" ke Afrika dan Yunani sekitar 2000 SM.

Drum serupa jam pasir tampak pada relief Bharhut, relief candi India tertua, dari abad 2 SM. Pada masa bersamaan drum muncul di Romawi. Bahkan, Romawilah yang pertama kali menggunakan drum sebagai pengobar semangat pasukan perang. Pada 600-an Persia mengenal genderang pendek dari tanah liat. Lalu genderang itu mulai dibuat dari logam, terkadang kayu. Genderang itu pun menyebar ke Eropa, Afrika, dan Asia. Karena dibuat dari tembaga dan berbentuk ketel sup, namanya pun jadi kettle drum atau timpani.

Pada abad XIII timpani menunjukkan peran penting dalam musik Eropa. Karena bunyi gemuruhnya bak geledek, sekitar dua abad kemudian bangsa Inggris juga memanfaatkan timpani di bidang ketentaraan. Gunanya sebagai penanda waktu, aba-aba serangan, dan membuat musuh grogi.

Saat menjelajah dunia pada 1500, bangsa Eropa membawa drum ke Amerika. Maka, cara pakai bangsa Inggris pun menyebar. Tak ayal pada 1800-an pasukan militer di berbagai negara mulai mempelajari dan menggunakan drum dalam pasukan. Malah ada terobosan baru berupa parade musik pasukan drum band pada 1813 di Rusia. Inilah salah satu tonggak munculnya drum band.

Keinginan memperkaya musik drum sudah ada sejak 1550. Namun, baru tahun 1935 para pencinta musik di Amerika Serikat mewujudkannya. Drum pun tak lagi muncul tunggal. Seperangkat drum biasanya terdiri atas genderang bas, genderang senar, genderang tenor, dan simbal. Malah pada 1970-an muncul drum listrik, yang kualitas bunyinya tak beda dengan gendang, timpani, atau drum akustik. (Intisari)